Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selesai

21 Januari 2023   00:07 Diperbarui: 21 Januari 2023   00:09 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebagai manusia, kita diperlengkapi dengan berbagai jenis ketakutan, ada yang beralasan adapun tidak memiliki alasan sama sekali, semata-mata kita hanya takut; itu saja.

Dua tahun yang lalu saya begitu takut dan tidak percaya diri untuk melanjutkan komitmen pelayanan di Gereja, sebagai ketua komisi pelayanan anak. Rasa takut ini tentunya beralasan, waktu itu saya merasa cukup lelah, kaget dan juga bingung kala harus berhadapan dengan flow dan dinamika yang tidak biasa. Alasan saya takut sangatlah sederhana, "saya takut tidak mampu menjalaninya dengan baik; saya takut tidak bisa memimpin dengan bijaksana; saya takut hilang arah dan sia-sia." 

Saya kemudian bercerita dengan beberapa kakak untuk sekadar membagi perasaan saya dan mendengar nasihat-nasihat bijak dari mereka. Banyak diantaranya kemudian memberikan saya kekuatan, mereka tidak sedang mentransfer kekuatan itu, tetapi saya diajak untuk menemukan kekuatan diri sendiri; sederhananya saya dituntun untuk memilih atas kesadaran sendiri.

Nilai yang berharga 

Di tengah kekalutan hati dan rasa inferior yang terus menenggelamkan keyakinan saya, akhirnya saya berusaha untuk berpikir dengan jernih; mungkin saya sudah menemukan kekuatan yang sempat sembunyi dalam hati. Saya dengan penuh kesadaran berupaya untuk memahami ketakutan yang muncul dalam diri, semakin saya mencoba untuk memahaminya justru keyakinan yang sempat menciut terasa kuat menggelora.

Saya disadarkan oleh satu hal kecil yang selama ini menjadi nilai paling fundamental dalam hidup, yaitu benevolence atau kebaikan. Sejak mengawali pelayanan, saya percaya alasannya hanya satu, ingin melayani sebagai wujud tindakan mencintai dan berbuat baik bagi anak-anak melalui pelayanan di Gereja. That's it.

Sejak SMK lima tahun yang lalu, saya memang concern dengan isu-isu anak di daerah. Saya dan teman-teman sering mendatangi sekolah-sekolah untuk menceritakan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA), bahwa mereka sebagai anak-anak dilindungi dan wajib mengklaim hak-hak dasar mereka. Memori sederhana ini menuntun perjalanan saya sampai hari ini, dan alasan pelayanan anak adalah keinginan untuk melajutkan semangat tersebut.

Dengan menyadari bahwa melalui pelayanan anak, saya akhirnya bisa mewujudkan nilai kebaikan itu. Rasa takut itupun perlahan-lahan meredup, awalnya ketakutan itu seperti bayangan gelap yang begitu besar menutupi cahaya keberanian. Namun nilai kebaikan yang saya pegang kemudian perlahan-lahan membakar api keberanian, hingga cahaya menjadi lebih terang. Akhirnya dengan penuh sukacita saya menyatakan untuk membuang jauh-jauh keraguan di hati, dan dengan berani saya memilih untuk melanjutkan komitmen pelayanan itu.

12 Bulan yang bermakna 

"Yang patah tumbuh, yang hilang berganti

Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti"

-----------------

(Lirik lagu: Yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Banda Neira)


Penggalan kalimat di atas merupakan kutipan reffrein dari lagu populer karya Banda Neira. Lagu ini dirilis kurang lebih tujuh tahun yang lalu, dan sampai diakhir 2022 kemarin seorang teman mengunggah video dirinya diiringi bagian reff itu. Jika dibaca dan direnungkan, maka saya merasa lagu ini mengajak kita untuk melihat kehidupan secara jujur dan apa adanya. Akan ada waktu kita patah dan terkulai, tetapi akan tiba waktunya kita Kembali tumbuh dan mekar, bahkan sesuatu yang sia-sia pun akhirnya akan memberi makna pada waktunya.

Saya teringat tulisan Viktor Frankl dalam bukunya Man search for meaning. Menurut saya Frankl membersarkan hati kita untuk memandang kehidupan selayaknya tulisan-tulisan bijaksana para filsuf, kita tidak perlu membaca buku-buku mereka, tetapi kita perlu melakukan pemerenungan untuk menemukan makna hidup (life meaning).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun