Semenjak Belanda angkat kaki dari republik ini beberapa puluh tahun yang lalu , Belanda telah sukses menanamkan paham keliru tentang budaya PNS alias ASN. Budaya ambtenaar yang masih feodal, minta serba dilayani sebenarnya diam-diam masih tertanam cukup dalam di alam pikiran kita. Kita yang saya maksud disini adalah para PNS. mungkin ini sangat subyektif atau akan banyak orang yang kurang sependapat dengan saya, atau kasuistis atau apapun namanya.Â
Sampai hari ini merubah pola pikir bahwa PNS adalah "pelayan" rakyat bukan hal yang mudah. Padahal kalau dipikir secara sederhana jelas mereka makan dari duit rakyat, dari pajak yang disetor warga yang membayar tagihan listrik, PAM, telepon, PBB dan pajak lain.
Saya dengar peserta tes cpns tahun ini sampai jutaan. padahal yang diterima cuma sedikit. Kenapa bisa begitu? selain dari jaminan pensiun jaminan dapat gaji. Ada hal yang menjadi alasan tersebut, yaitu meneruskan tradisi keluarga. Waow..."tradisi", ngeri. Denger-denger sebagian PNS yang direkrut di era "sebelum" Presiden ini adalah familly, konco dan semacam itu. Ada orang yang dari Kakeknya, Bapaknya dan Anak dari Bapaknya semua duduk dalam satu lembaga yang sama. Jadi, kita tidak boleh kaget jika melihat ada kumpulan orang tua, besan, mantu, ponakan, anak, bahkan cucu bisa secara turun temurun bekerja dalam satu atap.Â
Salah satu upaya untuk mendongkrak kinerja PNS ya memperbaiki pola rekrutmen. Jangan ada lagi orang diterima jadi CPNS hanya karena dia anak, ponakan atau keluarga pejabat. Jangan hanya jadi CPNS karena sudah menggelontorkan sejumlah uang atau imbalan tertentu. Karena kita semua tahu, jika pola itu yang dipakai yang terjadi nanti adalah politik dagang kambing.Â
Saya keluar uang saya harus dapat laba, yang minimal BEP. Pola rekrutmen CPNS yang bersih tentunya akan mengikis budaya ambtenaar yang selalu minta dilayani. Lha wong PNS itu pelayan rakyat koq malah minta diladeni, kan lucu. Â Pelan-pelan budaya itu harus dikikis habis.Â
2 (dua) tahun yang lalu sewaktu saya ngurus KTP di salah satu kantor kalurahan di Kebon Jeruk, Jakarta, saya sempat menghabiskan waktu lebih dari 4 jam-an. Begitu jam 11 Â saya nanya ke Petugas, eh..bilangnya Pak Lurah Sedang Mandi, mau jumatan. Hallo...saya ini juga islam lho (jadi ini bukan issue SARA) Masak jam 11 mandi karena mau jumatan sementara warga yang antri masih banyak. Ini saya alami sendiri. Padahal waktu itu Gubernurnya galak banget, masih ada juga model lurah yang kayak gitu.
Intinya, bersihkan dan jauhkan rekrutmen CPNS dari KKN, dari para makelar dan broker. Untuk memperoleh ASN original, bukan KW atau abal-abal. Â
Semoga tidak ada yang tersinggung dengan artikel saya, ini hanya omong kosong rakyat jelata saja..yang lagi bingung mau ngerjain apa di kantor.