Petuah Shakespeare yg mengerdilkan arti sebuah nama dapat kita maklumi karena pada jamannya, menyebut nama seseorang terlebih figur yg terpandang harus lengkap dengan deretan gelar kehormatan, kebangsawanan dan pelabelan lainnya yg menunjukkan status sosial seseorang. Namun gelar itu bagi sastrawan Inggris tersebut tidak menunjukkan hubungan yg linier dengan personality, sikap dan integritas penyandangnya. Harapannya masyarakat lebih melihat dgn kasat mata atas kiprah seseorang di dalam relasi sosial dan aktivitas kesehariannya daripada embel-embel nama tersebut.
Ketika kehidupan sosial semakin demokratis dan egaliter, secara alamiah penyebutan gelar dan julukan yg menyanjung seseorang semakin berkurang. Kini penyebutan gelar umumnya hanya pada saat upacara adat dan capaian akademis seseorang. Bahkan gelar akademik pun sudah perlahan menghilang di dalam surat-surat kedinasan instansi pemerintah.
Namun ada budaya yg cukup menarik di Jerman terkait pencantuman gelar akademik ini. Untuk lulusan bachelor dan master tidak dicantumkan gelar diakhir atau awal namanya.
Pencantuman gelar diberikan untuk lulusan pendidikan setingkat doktor dengan singkatan DR maupun guru besar Profesor (Prof) pada dokumen kependudukan Kartu Tanda Penduduk/KTP (Personalausweis) bahkan pada paspor (Reisepass) orang Jerman.
Ketentuan pencantuman gelar akademik tertinggi tersebut diatur di dalam undang-undang yg mengatur tentang pencantuman gelar akademik atau Gesetz ber die Fhrung akademischer Grade yg disahkan pada tahun 1939 dan terakhir diubah pada tahun 2007, yg berbunyi:
"Akademische Grade sind keine Bestandteile des Familiennamens. Gleichwohl kann im Personalausweis und im Pass ein Doktorgrad im Feld "Familienname" eingetragen werden."
Cari sendiri artinya ya di google translate...he..he..
Kebijakan ini cukup menarik karena pencantuman gelar akademik tersebut telah diatur sejak tahun 1939. Hal ini menandakan bahwa walaupun tradisi keilmuan sudah cukup lama di negara Jerman sejak abad ke 14 saat ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenburg namun baru pada awal abad ke 20, pemerintah Jerman menyadari dan memandang pentingnya pencantuman gelar akademik tersebut.
Selain untuk mempertahankan tradisi keilmuan, juga menempatkan para intelektualnya secara terhormat di dalam tatanan strata sosial.
Dengan pencantuman gelar akademik di dalam Paspor misalnya maka secara psikososial saat penggunanya berkunjung ke negara lain, aparat dan kolega asing akan lebih menaruh rasa hormat.