Tahun 80an adalah masa yang dimana pemikiran islam mulai meledak-ledak, ditandai dengan munculnya ikatan cendekiawan muslim indonesia.
Gagasan-gagasan tentang islam pun muncul, seperti
Islam Substansial (Dawam Raharjo) yang memakai landasar dari al-qur'an dan hadits menjadikan isi landasan tersebut sebagai pokok pembahasan.
Paradigma islam profetik (kuntowijoyo) yang lebih menjurus ke ilmu sosial profetik dan berbicara tentang perubahan di alam semesta.
Islam transformatif (Moeslim abdurrahman) yang berusaha mengambil nilai-nilai dari islam tapi lebih ke maknanya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, Moeslim abdurrahman pun menulis 3 buku yang berbicara tentang masyarakat, seperti Islam Transformatif, Islam Agama Pembebasan, Kantowil dan Siti Marjinah.
Tujuan dari karya Moeslim abdurrahman yang berbicara kesenjangan kaum borjuis dan proletar bukan untuk menghilangkan kelas, akan tetapi beliau tetap berharap akan ada kelas tapi orang-orang atas tetap peduli terhadap orang bawah agar kaum bawah itu bisa bermartabat.
Adapun argumen yang cukup lucu yang beliau lontarkan ketika ditanya, kenapa mau berjuang demi masyarakat? Karena saya tidak ingin masuk surga sendirian.
Gagasan moselim abdurrahman pun tidak jauh dari teori konflik yang digagas oleh karl marx.
Gagasan islam transformatif ini pun dapat di analogikan dengan teologi kalibokong yang berbicara tentang ketimpangan antara kaum elite dan rakyat biasa, dan rakyat biasa didoktrin dengan label agama agar terus pada posisi tersebut.
Islam transformatif pun berbicara tentang aspek vertikal yaitu tauhid kepada allah SWT, dan aspek horizontal yaitu cinta kepada sesama makhluk.
Hasil dari gagasan tersebut menghasilkan sebuah gerakan sosial baru (The New Social Mocement) yang memakai 3 landasan :
1. Penafasiran Hermeneutika
2. Ilmu Sosial Kritis
3. Teologi Pembebasan