Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perempuan Berdaya di Sektor Pariwisata, Jalan Meraih Kesejahteraan?

15 Mei 2024   03:14 Diperbarui: 15 Mei 2024   04:05 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(kemenparekraf.go.id)

Tanggal 2-4 Mei lalu baru saja digelar konferensi pariwisata di Bali. Sebanyak 450 delegasi dari 42 negara hadir dalam The 2nd UN Tourism Regional Conference on the Empowerment of Women in Tourism in Asia and The Pacific. Konferensi ini menyoroti peran penting Perempuan dalam pariwisata yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan Harry Hwang, Director of the Regional Department for Asia and The Pacific mengatakan UN tourism sendiri adalah badan khusus PPB dengan misi mempromosikan pariwisata yang bertanggung jawab berkelanjutan dan dapat diakses secara universal.

"Berdasarkan agenda 2030 PBB untuk tujuan pembangunan berkelanjutan dan kode etik pariwisata global, kami memiliki tanggung jawab bersama untuk memastiakn bahwa pariwisata memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam berkontribusi terhadap pencapaian kelima, yaitu mencapai kesetaraan gender," tandas Harry Hwang. (https://www.suara.com/bisnis/2024/05/02/)

Konferensi regional itu juga diyakini akan menjadi katalisator perubahan yang berarti bagi perempuan dan pemberdayaan perempuan di sektor pariwisata. Hal ini disampaikan oleh Wamenparekraf, Angela Tanoesoedibjo. Menurutnya, pemberdayaan perempuan bukan sekedar soal pencapaian kesetaraan hingga hak asasi manusia. Namun pemberdayaan perempuan menghasilkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Sebanyak 53% dari angkatan kerja pariwisata di Asia dan Pasifik terkonsentrasi pada perempuan. Namun, mereka terkonsentrasi pada pekerjaan dengan keterampilan rendah upah rendah dan informal. Sehingga membuat mereka memiliki akses terbatas terhadap perlindungan sosial dan rentan selama masa krisis. (https://www.unwto.org/events/)

Konferensi ini menggambarkan bahwa saat ini dunia mendorong keterlibatan  perempuan dalam  sektor pariwisata sebagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender. Keterlibatan yang dimaksud di sini adalah sebagai angkatan kerja. Apalagi saat ini, dunia global tengah mengarahkan untuk mengembangkan sektor nonstrategis termasuk pariwisata. Sektor ini dinarasikan mampu mendongkrak devisa negara dalam waktu yang cepat.

Perspektif Keliru Perempuan Berdaya 


Sungguh sistem kapitalisme telah menjadikan perempuan hanya dihargai dari segi materi yakni saat mereka mampu menghasilkan uang. Perempuan di pandang berdaya guna jika mereka terlibat dalam aktivitas ekonomi yang menggerakkan roda perekonomian negara. Apalagi hal ini diselaraskan dengan pencapaian kesetaraan gender yang dipandang sebagai solusi atas persoalan perempuan. Padahal sejatinya, perempuan menjadi korban  sistem ekonomi kapitalisme yang gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Alhasil, sistem ini memaksa perempuan untuk berbondong-bondong ke ranah publik. Dengan berbagai bujuk rayuan, perempauan dibujuk untuk terlibat aktif dalam aktivitas ekonomi. Padahal arahan global terkait pariwisata ini meniscayakan dampak berkelanjutan bagi kehidupan perempuan. Pasalnya, upaya tersebut akan merusak fitrah perempuan dan akan membahayakan nasib anak-anaknya. Baik karena ibu bekerja maupun dampak buruk pariwisata yang berpotensi menimbulkan perang budaya, yaitu perempuan dieksploitasi.

Mirisnya, banyak masyarakat yang melihat hal ini sebagai sesuatu yang positif. Bagi rakyat, khususnya perempuan menyambut baik karena dipandang sebagai jalan untuk meniti karir dan menghasilkan cuan di tengah kehidupan yang makin sulit. Pemberdayaan perempuan di sektor pariwisata seolah menjadi jalan mewujudkan mimpi menggapai kesejahteraan keluarga.  Negara pun menyambut baik konsep pemberdayaan perempuan ini karena dianggap menguntungkan secara materi. Mengingat negara  membutuhkan sumber pemasukan di tengah problem APBN yang defisit.

Padahal jika diteliti lebih seksama,  ini adalah bentuk tipuan sistem kapitalisme untuk menjajah sumber daya alam (SDA) Indonesia dan merusak fitrah perempuan yang melahirkan generasi. Sebab negeri ini memiliki sektor strategis berupa sumber daya alam yang mampu memberikan pemasukan besar bagi negara. Sayangnya, melalui penerapan sistem ekonomi kapitalisme, sektor strategis tersebut telah dilegalkan oleh negara untuk dikuasai oleh negara-negara penjajah. Negara sendiri tidak berkutik tak berdaya dengan hadirnya swasta asing-aseng untuk mengambil untung besar dari pengelolaan sumber daya alam yang notabenenya milik rakyat.

Perspektif keliru tentang pemberdayaan perempuan ini sejatinya mengandung kebahayaan terselubung, yaitu merusak fitrah perempuan yang melahirkan generasi. Fitrah perempuan yang seharusnya fokus  mendidik anak-anak mereka di dalam rumah dengan perhatian dan pendidikan terbaik agar kelak menjadi generasi yang unggul, harus dirusak dengan kegelisahan  tak adanya jaminan kesejahteraan bagi para ibu. Apresiasi terhadap peran ibu pun diremehkan dalam sistem kapitalisme hari ini hingga membuat para wanita insecure jika harus fokus di rumah mengurus keluarga. Dari label kurang bergengsilah, buang-buang waktu, tidak produktif, sampai pada label pemenjaraan atas hak asasi kaum perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun