Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudut Sempit Luas di Hati

3 Mei 2023   04:00 Diperbarui: 3 Mei 2023   04:02 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di beberapa kereta api yang sering saya tumpangi, diantarannya ada yang  menyediakan "bilik" ukuran tidak lebih dari 1X1,5 meter. Ia terselip di antara sekatan ruang-ruang di gerbong restoran. Pada bilik sempit tersebut, digelar karpet yang di atasnya sajadah. Tidak ditunjukan mana arah kiblat sebagaimana layaknya kita masuk sebuah kamar hotel atau tempat ibadah di tempat tempat tertentu. Ini dimaklumi karena tidak memungkinkan memasang arah kiblat pada bilik yang berjalan di atas kereta tersebut. Bisa jadi, saat melafal solat kereta menghadap ke barat, meski tidak sempurna ke arah kiblat. Pada waktu yang lain, kereta berjalan berlawanan dengan arah kiblat.

Tidak masalah, karena solat dalam keadaan seperti itu. Tidak melakukan gerakan ala solat, dengan cara dudukpun dibenarkan dan menjadi salah satu pilihan penumpang kereta, ketika masuk saatnya waktu solat. Hakikatnya, banyak kemudahan yang diajarkan untuk dilaksanakan. Tinggal di balik kemudahan tersebut, pilihan mana yang akan dirujuk. Karena memang, demikian sejatinya, menjalankan apa yang diperintah-Nya, dalam situasi dan kondisi apapun.

Foto Dokumen Pribadi
Foto Dokumen Pribadi

Ketika melihat beberapa orang antri untuk masuk ke bilik tersebut, setelah sebelumnya mengambil air wudlu dalam situasi yang darurat juga, ada sebuah getaran yang menyentuh kalbu. Dua orang dengan khusuk berdiri, dengan gerakan-gerakan solat, meski kaki atau tangan sesekali menahan goncangan tubuh. Tetap dengan wajah menunduk, ada samar terdengar lapat-lapat lantunan surat pendek dibaca. Sepertinya, ada ketidakperdulian pada raungan suara kereta yang menggemuruh dan terselingi sesekali "klakson" kereta yang menggema.

Kembali pada bilik tadi, saya perhatikan sebelahnya ada sekatan ruang yang lebih luas. Ada semacam tempat yang bisa digunakan untuk tidur atau duduk. Mungkin untuk istirahat crew kereta atau untuk siapa? Bila untuk crew kereta, saya perhatikan kosong. Crew kereta sepertinya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kondektur mengontrol tiap gerbong beserta petugas security-nya. Demikian petugas yang mungkin teknisi kelistrikan juga sering bolak-balik mengecek "ruang" di dekat janitoir. Sementara pramugara dan pramugari-nya tak jua istirahat di tempat tersebut, karena harus stand by di restoran atau membuat dan mengantar makanan atau minuman pesanan penumpang. Ada juga mereka yang bertugas menawarkan makanan atau minuman dari satu gerbong ke gerbong lainnya. Bila ini selai, ada juga tugas lain seperti menawarkan selimut atau bantal sewa.

Foto Dokumen Pribadi
Foto Dokumen Pribadi

Belum lagi crew kereta yang berseragam biru, sebagai petugas cleaning service. Pada jeda beberapa jam sekali mereka keliling dengan membawa tas plastik besar tempat sampah. Jadi, bila tempat istirahat tersebut tidak digunakan secara  maksimal, mengapa tidak digunakan untuk perluasan "bilik tadi?" Bilik untuk ibadah, yang tidak sekedar 1X1,5 meter? Yang bisa untuk melakukan "gerakan sujud atau rukuk" secara lebih khusuk? Bila memang penyediaan bilik ibadah sebagai bagian pelayanan penumpang, tentulah tidak susah bagi managemen kereta api untuk mewujudkan ini semua. Ibaratnya, jangan nanggung. Biar ada keleluasaan pada penumpang yang akan solat dengan gerakan tubuh yang tidak setengah-setengah. Juga, bisa mengakomodir penumpang yang tetap ingin berjamaah (dua orang), dalam keadaan melaksanakan gerakan yang tidak "setengah badan".

Foto Dokumen Pribadi
Foto Dokumen Pribadi

Ini sebuah harapan, karena kereta api merupakan trasportasi yang kian hari kian mantap menjadi pilihan publik. Di samping faktor safety, juga faktor ketepatan waktu-nya yang layak diacungi jempol. Dengan penyediaan tidak sekedar bilik sempit tadi, akan bisa menambah daya tarik publik, untuk diandalkan di setiap waktu dan situasi. Karena dari ratusan penumpang tersebut, ada yang merasa tersalurkan "ibadah-nya" sesuai dengan pilihan hatinya, yaitu berusaha semaksimal mungkin melakukan gerakan solat yang ia yakini sesuai tuntutan, bukan dengan pilihan duduk di tempat kursi yang kadang bersebelahan dengan bukan muhrim atau bahkan berhadapan dengan penumpang lainnya. 

Salam Hormat Selalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun