Meskipun hanya terlihat sederhana, namun netizen akan melihat dengan seksama, dan akan menimbulkan banyak pertanyaan. Mulai dari pertanyaan yang serius hingga pertanyaan yang bikin lucu.
Sebagai contoh ketika Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato di istana negara mengenakkan jaket Bomber, netizen di sosial media sebagian serius mendengarkan isi pidato itu, namun justru banyak yang memperhatikan jaket yang dikenakkan tersebut, alhasil banyak penjual jaket Bomber yang mendapatkan keuntungan. Secara tidak langsung para aktor politik melakukan fungsi endorse terhadap apa yang mereka kenakkan.
Dilihat dari sisi sebaliknya atau dari sisi masyarakat, keberadaan para tokoh pimpinan di media sosial membuat masyarakat merasa dekat dengan pemimpinnya tersebut. Masyarakat akan dengan mudah untuk menyampaikan aspirasi mereka lewat media sosial.
Sebagai contoh masyarakat merasa resah dengan kegiatan pungutan liar atau pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab diberbagai tempat, sehingga mereka bisa dengan mudah melaporkan tindakan pungli tersebut ke pemimpinnya sehingga pemerintah cepat bertindak dengan membentuk tim Saber Pungli untuk memberantas pungli-pungli yang terjadi di masyarakat.
Kita sebagai masyarakat tidak tahu apakah yang dilakukan aktor politik itu adalah sebuah pengabdian kepada negara atau hanya pencitraan semata. Apalagi mendekati waktu-waktu pemilihan umum tentu para aktor politik akan lebih gencar lagi dalam publikasi kegiatannya di media sosial. Lebih jauh lagi, masyarakat harus pintar-pintar dalam menyaring informasi di media sosial yang saat ini banyak beredar berita hoaks.
Berita hoaks adalah berita yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggung jawabkannya secara nyata. Inilah salah satu sisi buruk dari media sosial. Selalu saja ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkan lawan politiknya dengan menyebarkan berita hoaks.
Ada juga oknum tertentu yang menggunakan isu SARA untuk menjegal lawan politiknya. Layaknya sebuah pisau, media sosial bisa bermanfaat ketika mampu mengerti cara mainnya, di sisi lain media sosial dapat menghancurkan dirinya sendiri apabila tidak mampu menggunakannya.
Sebagai aktor politik sekaligus aktor sosialita, sudah seharusnya mereka memberikan teladan yang baik bagi masyarakatnya, memberikan manfaat kepada masyarakat melalui postingan-postingan yang bersifat edukatif dan membangun.
Masyarakat saat ini sudah lebih cerdas dalam berpolitik, mereka tidak lagi memilih pemimpin berorientasi pada uang, namun pada kerja nyata di lapangan. Tugas masyarakat adalah mengawasi para aktor politik agar tidak berperan diluar skenario yang telah ditetapkan melalui perantaraan media sosial
DAFTAR PUSTAKA
Handoyo, Eko dkk. 2010. Etika Politik dan Pembangunan. Semarang: Widya Karya.
Putra, Yanuar Surya. (2016). Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti, Vol 9 No.18, 123-134.