Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudahi Masalah Intoleransi di Dunia Pendidikan

7 Mei 2023   08:12 Diperbarui: 7 Mei 2023   08:31 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi di Sekolah - geotimes.id

Persoalan intoleransi masih saja terjadi di sekitar kita. Meski negeri ini sangat majemuk, dan toleransi menjadi sebuah keniscayaan sebagai negara yang beragam, kenyataannya provokasi kebencian yang berujung pada diskiminasi dan intoleransi masih terjadi di sekitar kita. Dan ironisnya, praktek intoleransi ini juga telah masuk ke lembaga pendidikan.

Praktek intoleransi di lembaga pendidikan bukanlah hal baru. Hal ini terjadi seiring dengan maraknya propaganda radikalisme di media sosial, yang kemudian disusupkan di lembaga pendidikan. Beberapa tahun yang lalu, sempat ditemukan buku bacaan di PAUD, yang berisi tentang ajakan jihad dengan cara meledakkan diri. Di tingkat SD dan SMP, oknum guru yang terpapar radikalisme menyusupkan bibit radikalisme melalui rohis. Begitu juga dengan tingkat SMA. Sementara tingkat perguruan tinggi, semakin kompleks lagi.

Intoleransi di dunia pendidikan ini juga dikuatkan beberapa riset. Tentu saja hal ini diharapkan tidak terus berkembang. Karena bibit intoleransi ini bisa mendekatkan pada radikalisme. Dan ketika seseorang sudah terpapar radikalisme, maka akan dengan mudah terpapar terorisme. Dan terbukti, para pelaku terorisme di Indonesia, umumnya masih muda. Ketika duduk di bangku kuliah, umumnya mereka mulai berani melakukan tindakan yang melebihi tindakan intoleran.

Karena itulah, mari kita selamatkan lembaga pendidikan dari praktek intoleransi. Seperti kita tahu, praktek intoleransi di sekolah saat ini masih saja terjadi, khususnya di sekolah negeri. Karena sekolah negeri paling terbuka, dan paling memungkinkan disusupi oknum pengajar yang telah terpapar radikalisme. Sempat mengemuka ketika ada sekolah yang mewajibkan penggunaan jilbab, termasuk siswa yang memeluk agama lain. Akibatnya, tidak sedikit para siswa yang kemudian berperilaku intoleran. Hal semacam ini semestinya tidak terjadi.

Ada juga aturan yang mewajibkan sholat dhuha. Aturan tentu saja bagus. Namun harus dilihat berdasarkan konteksnya. Tidak bisa juga diterapkan kepada semua siswa, apalagi siswa yang mengantu agama non muslim. Ingat, sebentar lagi memasuki tahun politik. Jangan sampai perdebatan politik dan intoleransi ini bertemu di lembaga pendidikan. Hal ini akan berpotensi menjadikan sekolah sebagai tempat yang tidak netral dan menakutkan bagi sejumlah siswa.

Lembaga pendidikan dan seluruh pihak yang ada di dalamnya, harus tetap mengedepankan semangat toleransi antar sesama. Karena siapapun dengan latar belakang yang berbeda, punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Dan tentu saja keberagaman di lembaga pendidikan menjadi hal yang lumrah dan tidak perlu untuk diperdebatkan. Kenapa? Karena Indonesia sejatinya sudah dari awal sudah saling berbeda. Indonesia mempunyai ribuan suku, yang mempunyai adat istiadat yang berbeda. Indonesia juga mengakui beberapa agama, yang juga membuat cara berbidahnya berbeda.

Bahkan, ketika Islam masuk ke Jawa pun, masyarakat ketika itu juga sudah memeluk agama tertentu. Lalu, kenapa kita masih terus mempersoalkan keberagaman atau perbedaan di lembaga pendidikan? Sekilah dari level PAUD hingga perguruan tinggi, harus tetap mengedepankan Pancasila. Karena dasar negara itulah yang bisa merangkul keberagaman, melalui semangat bhineka tunggal ika. Jika siswa merasa nyaman, bisa saling menghargai dan menghormati, maka akan bisa tumbuh menjadi generasi toleran yang sangat mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun