Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meneguhkan Toleransi Digital di Era Milenial

11 Juli 2019   07:17 Diperbarui: 11 Juli 2019   07:29 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi - jatim.idntimes.com

Indonesia sebenarnya negara yang sangat mengedepankan toleransi. Dalam setiap tradisi budaya suku-suku yang ada di negeri ini, semuanya mengandung nilai-nilai toleransi.

 Bahkan, dalam dasar negara yang tertuang dalam sila Pancasila, juga terdapat nilai-nilai toleransi. Wajar jika sebenarnya toleransi bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. 

Namun dalam beberapa waktu kebelakang ini, toleransi mulai terganggu dengan maraknya propaganda radiialisme di dunia maya. Toleransi mulai terganggu dengan marakmnya ujaran kebencian dan kebohongan yang terus muncul di dunia maya.

Banyak contoh kasus aksi persekusi, aksi radikalisme, bahkan aksi terorisme yang dipicu oleh provokasi di media sosial dan dunia maya. Ketika masa kampanye kemarin saja misalnya, munculnya berbagai aksi persekusi di dunia maya karena dipicu provokasi di media sosial. 

Aksi bom bunuh diri yang gagal dilakukan di pos polisi di Surakarta, Jawa Tengah pada akhir Ramadan kemarin, juga karena terprovokasi propaganda radikalisme di media sosial. Pelaku akhirnya terdorong untuk belajar merakit bom secara otodidak di dunia maya.

Sadar atau tidak, bibit kebencian akan mendekatkan diri pada perilaku intoleran. Dan ketika intoleransi terus menguat di dalam diri, maka pemahaman yang radikal itu akan terus meningkat sampai menuju pada perilaku. Dan perilaku intoleran inilah yang sebenarnya diharapkan oleh kelompok radikal dan teroris di Indonesia. 

Perilaku intoleran bisa memicu terjadinya konflik di tengah masyarakat. Kerukunan antar umat beragama yang selama ini terjalin, akan terganggu karena adanya provokasi yang terus menerus. 

Logika masyarakat dibuat tumpul, karena selalu dihadapkan pada benar dan salah. Cek ricek ditiadakan karena informasi yang beredar dianggap bagian dari perjuangan agama, dan segala macamnya. Padahal, semuanya itu merupakan cara dari kelompok intoleran untuk mendapatkan perhatian publik.

Keberadaan provokasi radikalisme, ujaran kebencian dan berita bohong ini, pada umumnya menyebar di media sosial. Keberadaan pesan negative itu harus dilawan dengan pesan kesejukan. 

Jangan lagi menuliskan ataupun mengunggah foto atau video yang mengandung kebencian, atau yang bisa memicu kemarahan publik. Jangan lagi sharing sebelum melakukan saring terhadap informasi tersebut. 

Cek ricek untuk memastikan apakan informasi tersebut benar atau tidak, perlu dilakukan agar bisa terhindar dari informasi yang menyesatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun