Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pers Mendorong Literasi Digital, Hoaks dan "Hate Speech" Mental

16 Februari 2019   08:03 Diperbarui: 16 Februari 2019   08:24 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Hoax - www.piah.com

Kenapa literasi digital perlu ditingkatkan? Dan kenapa pers harus mendorong literasi digital? Saat ini, berita bohong dan ujaran kebencian terus menyebar di dunia maya. Penyeberan keduanya membuat banyak pihak khawatir, karena berpotensi memecah belah kerukunan, persatuan dan kesatuan. 

Pemerintah melalui kementerian komunikasi dan informatika, terus mengajak semua pihak agar tidak gagap teknologi. Program literasi digital terus digagas melalui media sosial, agar tidak ada lagi pihak-pihak yang menjadi korban provokasi hoax dan ujaran kebencian.

Tidak hanya menjadi tugas pemerintah, melawan hoax dan ujaran kebencian di dunia maya, juga menjadi tugas pers atau media mainstream, yang selama ini lebih dahulu dijadikan rujukan informasi oleh masyarakat luas. 

Pers harus berperan aktif, karena pers merupakan salah satu pilar demokrasi sebuah negara. Informasi atau berita yang dihadirkan pers harus bisa mendidik, memberikan inspirasi, menyatukan segala keragaman yang ada, dan tetap mengedepankan semangat saling menghormati. Tanpa menjalankan fungsi itu semua, maka pers pelan-pelan akan ditinggalkan publik.

Di era yang serba modern seperti sekarang ini, perkembangan informasi terjadi begitu cepat. Cara orang untuk mengakses informasi pun kian mudah dan cepat. Kondisi ternyata disalahgunakan oleh kelompok radikal untuk menebar propaganda radikalisme. Ketika mulai terdesak, pimpinan ISIS ketika itu sempat memerintahkan kepada simpatisannya untuk menguasai media sosial. 

Melalui media sosial inilah, mereka kemudian menebar terror, merekrut anggota, hingga mendapatkan dana. Dan di tahun politik ini, pola serupa juga digunakan oleh oknum tertentu, menebarkan hoax dan kebencian untuk menjatuhkan elektabilitas paslon tertentu.

Disisi lain, budaya baca dan tingkat literasi masyarakat masih sangat rendah. Ketika berita bohong massif terjadi, kemudian diprovokasi lagi dengan ujaran kebencian, ditambah lagi dukungan dari tokoh tertentu, membuat banyak orang rawan menjadi korban. 

Antar masyarakat bisa saling bermusuhan, saling mencaci dan membenci satu dengan yang lainnya. Dan itulah yang terjadi saat ini. Media sosial telah dipenuhi berbagai ujaran kebencian dan kebohongan. 

Pada titik inilah, pers perlu mengingatkan dan mendorong agar masyarakat mengedepankan budaya cek ricek dan literasi media. Mencari informasi pembanding, akan jauh lebih bermanfaat dibandingkan langsung 'sharing' informasi tanpa menyaringnya terlebih dulu.

Jika literasi digital terbangun, masyarakat akan membekali dirinya dengan informasi yang valid dan tidak akan mudah percaya dengan informasi yang berkembang. Dengan literasi digital, juga akan menguatkan budaya baca dan menambah kekayaan informasi melalui berbagai situs berita, media mainstream, ataupun ke tokoh masyarakat. Literasi digital merupakan filter untuk menyaring setiap informasi yang ada. 

Dan jika semua orang mempunyai fondasi yang kuat dari hasil literasi digital ini, maka hoax dan ujaran kebencian akan 'mental' dengan sendirinya. Mari kita bersatu padu menanggalkan segala bentuk kebohongan dan kebencian sejak dari pikiran. Mari membantu pers, untuk menyelamatkan generasi penerus, agar tidak terpapar hoax dan kebencian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun