Mohon tunggu...
David Herdy
David Herdy Mohon Tunggu... Penulis lepas

Penulis lepas yang aktif menulis fiksi dan non fiksi tema ruang publik sebagai bagian dari narasi ingatan kolektif. "Menulis adalah upaya kecil untuk mengabadikan pikiran sebelum ia lenyap. Karena ide tak punya kaki, kecuali kutuliskan."

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Bayar Tagihan Pakai PayLater: Solusi Cerdas atau Jebakan Utang?

15 Juni 2025   19:45 Diperbarui: 15 Juni 2025   19:49 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Dok https://www.istockphoto.com

Lebih dari 43% orang kini pakai paylater untuk bayar listrik dan air. Bukan lagi buat gaya hidup, tapi untuk kebutuhan rumah tangga. Apakah ini solusi cerdas di masa sulit, atau awal dari jebakan utang digital?

Ilustrasi Foto Dok https://www.istockphoto.com
Ilustrasi Foto Dok https://www.istockphoto.com

Ketika Tagihan Rutin Pun Kini Bisa Dicicil

"Utang bukan selalu salah, tapi harus tahu batasnya."

Dulu, paylater digunakan untuk beli barang diskon, tiket pesawat, atau gadget terbaru. Kini, tren berubah: lebih dari 43% pengguna menggunakan paylater untuk membayar tagihan listrik dan air---kebutuhan dasar yang seharusnya rutin dan terencana. Fenomena ini tak sekadar mencerminkan kecanggihan teknologi finansial, tapi juga sinyal ekonomi rumah tangga yang makin tertekan.

Dalam piramida kebutuhan, listrik dan air berada di fondasi. Jika kebutuhan itu mulai dicicil dengan layanan paylater, berarti ada urgensi yang tak tertutupi pendapatan bulanan. Paylater menawarkan kemudahan: cepat, praktis, dan tanpa jaminan. Namun, di balik kemudahan itu, tersembunyi bunga, denda keterlambatan, dan jebakan psikologis: "Nanti saja bayarnya."

Paylater bukan iblis, tapi ketika digunakan untuk kebutuhan primer, maka kontrol keuangan pribadi benar-benar harus matang. Apakah kamu siap hidup dalam siklus tagihan yang tak pernah benar-benar lunas?

Dari Konsumtif ke Survival: PayLater dan Realitas Finansial Baru

"Teknologi keuangan bisa menyelamatkan, tapi juga menjerat."

Ekonomi hari ini membuat banyak orang memutar otak. Harga kebutuhan naik, pendapatan stagnan, dan tabungan makin menipis. Dalam kondisi seperti ini, paylater terasa seperti pelampung. Tapi pelampung pun bisa tenggelam jika terlalu banyak yang bergantung padanya.

Menggabungkan belanja harian dengan tagihan pokok dalam satu saluran utang memperbesar risiko gagal bayar. Paylater bukan bank, tapi tetap punya sistem penalti. Bahkan lebih berbahaya karena prosesnya instan, dan batasan psikologis pengguna terhadap utang cenderung longgar.

Kamu bisa menunda pembayaran listrik hari ini, lalu tergoda beli makanan online, lalu jatuh tempo bersamaan minggu depan. Tanpa manajemen keuangan ketat, ini seperti menggali lubang di lantai rumah sendiri. Apalagi jika layanan paylater tak transparan soal bunga atau ada biaya tersembunyi.

"Hemat bukan berarti pelit, tapi tahu mana yang bisa ditunda dan mana yang harus dibayar hari ini."

PayLater: Teknologi yang Harus Dikendalikan, Bukan Sebaliknya

Ilustrasi Foto Dok https://www.istockphoto.com
Ilustrasi Foto Dok https://www.istockphoto.com

"Kita tak bisa melawan arus digital, tapi kita bisa belajar berenang."

Kita hidup di zaman yang memberi kemudahan instan. Tapi tak semua yang instan membawa ketenangan jangka panjang. Paylater adalah alat---bisa jadi solusi, bisa jadi jebakan. Semua tergantung pada bagaimana kita memakainya.

Gunakan paylater hanya jika kamu benar-benar tahu kapan bisa melunasinya. Pisahkan antara kebutuhan mendesak dan gaya hidup. Latih disiplin finansial dari hal sederhana: catat pengeluaran, bikin prioritas, jangan ikut-ikutan tren hanya karena aplikasi bikin promo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun