Mohon tunggu...
David Herdy
David Herdy Mohon Tunggu... Penulis lepas

Penulis lepas yang aktif menulis fiksi dan non fiksi tema ruang publik sebagai bagian dari narasi ingatan kolektif. "Menulis adalah upaya kecil untuk mengabadikan pikiran sebelum ia lenyap. Karena ide tak punya kaki, kecuali kutuliskan."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Suku Hadzabe?

4 Juni 2025   18:40 Diperbarui: 4 Juni 2025   18:40 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Dok https://www.hadzabe.org/

Teaser

Di Tanzania, Suku Hadzabe hidup damai tanpa listrik, uang, atau media sosial. Justru dari mereka, kita bisa belajar arti hidup yang sesungguhnya. Apakah modernitas membuat kita lupa jadi manusia? Temukan jawabannya di opini reflektif ini.

Di sudut jauh Tanzania, tersembunyi sebuah komunitas kecil yang menolak tunduk pada kejaran modernitas. Suku Hadzabe, pemburu-pengumpul terakhir Afrika Timur, masih bertahan hidup dari alam tanpa ladang, peternakan, atau listrik. Mereka hidup dalam ritme alam, bangun dengan matahari, tidur ketika langit gelap, makan dari hasil buruan dan buah-buahan liar. Mungkin terdengar primitif bagi kita yang hidup di tengah gedung beton dan sinyal Wi-Fi, tapi bisa jadi... merekalah yang lebih manusiawi.

Ketika Kita Semakin Sibuk, Mereka Justru Punya Waktu

Ilustrasi Foto Dok  https://www.hadzabe.org/
Ilustrasi Foto Dok  https://www.hadzabe.org/

Kita menyibukkan diri dengan ponsel, rapat daring, target kerja, dan media sosial yang tak pernah tidur. Kita bangga dengan kesibukan, tetapi diam-diam lelah. Sementara Hadzabe duduk di sekitar api unggun, saling bercerita dan tertawa. Mereka tidak punya kalender Google, tapi mereka hadir untuk satu sama lain. Mereka tidak punya ATM, tapi mereka tidak kelaparan. Mereka tak mengejar gelar, tapi mereka mengenal semua tumbuhan dan jejak binatang di hutan.

Apa artinya menjadi "maju"? Apakah semakin banyak yang kita miliki, semakin bahagia kita? Atau justru, semakin kita sibuk mengumpulkan hal-hal yang fana, kita kehilangan makna sederhana: berbagi waktu, menghargai alam, dan hidup dalam kebersahajaan?

Indonesia dan Lupa Akan Akar

Di Indonesia, kita juga punya suku-suku yang dulu hidup berdampingan dengan alam seperti Hadzabe: suku Togutil di Halmahera, suku Punan di pedalaman Kalimantan, dan suku-suku adat di Papua. Namun, satu per satu mereka tergerus. Lahan hutan menyempit, budaya diseragamkan, dan anak-anak adat masuk sistem sekolah yang memaksa mereka melepaskan identitas leluhur.

Kita, masyarakat kota, sering merasa sudah lebih "maju". Tapi, dalam kejaran ekonomi dan teknologi, apakah kita tak sedang melupakan sesuatu yang penting?

Mari Berdiskusi: Kemajuan Itu Apa?

Opini ini bukan ajakan untuk kembali hidup di hutan. Tapi mungkin, kita bisa menyerap nilai-nilai dari Hadzabe: hidup dengan cukup, saling menjaga, tidak rakus mengambil dari alam, dan meluangkan waktu untuk sesama.

Sahabat kompasiana

Bagaimana menurutmu? Apakah mungkin masyarakat modern bisa belajar dari komunitas seperti Hadzabe? Apakah kita bisa lebih "manusia" tanpa harus meninggalkan teknologi?

Silakan tulis pendapatmu, mungkin dari diskusi kecil ini, kita bisa mulai merumuskan ulang: apa arti "hidup yang baik"?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun