Pagi ini, saya merasakan betapa besar rasa kepedulian di negeri ini untuk membantu saudaranya yang terkena bencana. Â Pada saat yang bersamaan betapa terkejutnya saya ternyata mereka memasukan permintaan bantuan donasi susu formula bayi di dalamnya.Â
Sangat tegas mereka mengatakan anak-anak bayi itu butuh susu formula untuk energi dan menghangatkan tubuh, mereka bisa hipotermi karena ibunya stress tidak bisa memberikan Air Susu Ibu (ASI), ini situasi bencana dimana bukan bicara ideal.Â
Pemikiran seperti ini mungkin juga terjadi pada pendonasi lainnya yang dengan penuh semangat ingin menolong. Meskipun niatnya baik, namun tidak tahu atau mempertimbangkan bahwa sumbangan semacam itu dapat lebih berbahaya  karena tidak ada infrastruktur dasar, air bersih sulit didapatkan, maupun kondisi yang memadai untuk mengurangi risiko terkait dengan persiapan susu formula dan pengganti ASI lainnya serta  dampak lanjutan yang akan terjadi.Â
Ketika bencana terjadi semua terkena dampak, namun bayi dan anak dibawah lima dua tahun merupakan kelompok paling rentan. Mereka masih sangat tergantung pada orang tua dan kebutuhan  makanan mereka berbeda dengan dewasa serta berada pada kondisi  pertumbuhan  pesat yang terus berlanjut. Pemberian makan yang tidak tepat karena kompromi kondisi meningkatkan risiko penyakit dan kematian pada mereka.
"Pemberian bantuan saat bencana langkah baik, namun harus mempertimbangkan manfaat  dan dampak bantuan."
Dampak yang ditimbulkan
Donasi susu formula pada saat bencana dapat menimbulkan bencana baru dikarenakan anak menjadi semakin rentan terhadap berbagai penyakit terutama diare karena ketersediaan air bersih dan peralatan bersih yang terbatas.Â
Bercermin dari kejadian bencana di Jogja memperlihatkan bahwa  pemberian susu formula meningkatkan insiden diare pada anak (Public Health Nutrition, 2011).
Anak yang diare akan mengalami dehidrasi, kesulitan makan, daya tahan tubuhnya menurun dan mudah terinfeksi berbagai penyakit lainnya. Secara cepat mereka akan mengalami penurunan berat badan dan mengalami gizi buruk.Â
Pada kondisi bencana dimana terdapat keterbatasan dari penyediaan logistik dan juga  akses pelayanan dasar  tentunya ini akan meningkatkan risiko kematian atau risiko jangka panjang. Infeksi dan kekurangan gizi yang berlanjut menempatkan anak-anak mengalami gangguan gizi kronis yang memperberat kehidupannya saat bencana dan menurunkan kemampuan daya saing dan kesempatan hidupnya dimasa depan.
Langkah BaikÂ