Dengan mengatakan bahwa agamaku paling baik membuktikan bahwa tingkat pandangan ketuhanan dalam diri kita masih dangkal. Ketika seorang anak TK menyatakan dirinya paling pintar, kita masih bisa terima. Tetapi ketika kata yang sama keluar dari mulut seorang sarjana, wah perlu dipertanyakan tingkat pengetahuan tentang ilpum pengetahuan.
Seorang nabi pun tidak pernah mengatakana bahwa pesan yang disampaikan paling baik. Mungkin ada yang berargumen, bukankah Baginda Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa yang beliau sampaikan menyempurnakan pesan dari utusan sebelumnya. Mungkin ada yang membantah, bukan kah itu secara implisit berarti agama terakhir paling baik? Atau paling sempurna.
Kita lupa visi dari Baginda Rasulullah SAW: Rahmattan lili alamin... Berkah bagi lingkungan. Selama keberadaan kita di lingkungan suatu masyarakat, berarti kehadiran kita belum mewakili kehadiran pencinta Baginda Rasulullah SAW. Kita masih pengikut Abu Jahal. Pengikut mereka yang berseberangan dengan Baginda Rasulullah SAW.
Dengan mengikuti jejak Baginda Rasul, kita sudah berada di jalur yang tepat. Tidak perlu berkoar keluar bahwa agamaku adalah yang paling sempurna, kemudian mengatakan agama lain lebih buruk. Jika benar bahwa kita sebagai pencinta rasul, tunjukkan dalam ucapan dan perbuatan. Bukan dengan kata - kata yang membuat keruh suasana.
Jika kehadiran kita dalam suatu lingkungan tidak menghadirkan kedamaian bahkan sebaliknya, berarti kita belum memahami visi Baginda Rasul.
Seorang nabi sudah berada di level ketinggian sebuah pohon. Beliau bisa melihat semak belukar dari atas pohon. Sementara kita saat ini berada di bawah pohon. Berada di sekitar semak belukar. Kita masih dalam keadaan botol. Bodoh dan tolol.
Keterbatasan pandangan kita yang membuat tidak tahu sesuatu di balik belukar. Pandangan kita tidak atau belum mampu menembus semak di hadapan kita. Keterbatasan inilah yang disebut kebodohan. Bagaikan katak dalam tempurung. Kita belum mampu keluar dari bingkai jendela yang kita ciptakan sendiri. Namun sering kita begitu bangga terhadap kebodohan kita sendiri.
Semakin sering kita menilai milik orang lain semakin tidak menghargai milik sendiri. Terlalu tinggi menghargai milik barang sendiri semakin meninggikan kesombongan kita. Dengan berucap dan berperilaku baik, kita mewakili sosok panutan yang kita cintai.
Karena perilaku sebagian besar umat yang mengaku mencintai rasul tidak mencerminkan visi Baginda Rasulullah SAW, maka mereka akhirnya hanya melihat sisi negatif Baginda Rasulullah. Baginda Rasul sudah tiada, mereka tidak melihat perangai keindahan watak serrta kelembutan Nya. Namun keberadaan umat yang mengaku sebagai pelaku pesan yang disampaikan beliau sebagai cerminan sifat Baginda Rasul. Jika yang mewakili buruk berarti yang diwakili tentumjuga buruk. So, kita umat Baginda Rasulullah lah yang menyebabkan beliau dianggap berwatak kejam. Menyebar agama dengan kekerasan. Kita sesungguhnya yang menodai kesucian beliau.