Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ajari Anak untuk Menerima Kekalahan Sejak Dini

8 November 2019   06:02 Diperbarui: 8 November 2019   12:27 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdengar tangisan putriku dari ruang tamu. Sabtu yang hujan seperti hari ini lebih menyenangkan dilewatkan di rumah. Aku sedang di dapur menyiapkan kudapan untuk minum kopi siang menjelang sore ini. Aku melongok ke ruang tamu, ternyata putriku dan papanya sedang bermain  Mensch rgere Dich nicht  (artinya kira-kira Jangan marah, kawan"), permainan papan dari Jerman yang mirip seperti Ludo dan Halma. 

Kenapa nangis?", tanyaku.

 Papa nggak fair, aku kalah", jawabnya di sela tangisnya.

Suamiku tersenyum ke arahku sambil membujuk putri kami yang ketika itu masih di usia Kindergarten, sekitar 3 sampai 6 tahun. Ternyata ia kalah bermain.

 Tangisan seperti itu bukan hanya sekali terjadi, apalagi jika mencoba permainan baru. Permainan baru, kekalahan dan tangisan yang juga baru. Sebagai Ibu, rasanya tak tega melihat anak sendiri menangis, tapi pengertian tetap harus diberikan.

Menerima kekalahan itu tidak diwariskan melainkan harus dipelajari. Kita, sebagai orang dewasa sekalipun tidak gampang untuk menerima kekalahan, karena sering ditertawakan dan ada perasaan bahwa yang kalah itu adalah pecundang.

Semakin dini anak-anak belajar menghadapi kekalahan mereka, semakin sportif ia bersikap nantinya. Tentunya proses ini butuh waktu yang relatif tidak sebentar. Yang paling penting kita harus sabar melatihnya, dan carilah permainan-permainan yang sesuai dengan usia mereka. Hindari jika bermain dengan sengaja membiarkan anak-anak untuk terus menerus menang. Bisa juga dibuat berpasangan atau kelompok, sehingga jika kalah atau menang bisa dirasakan bersama-sama. Berat sama dipikul, kalah juga ditanggung bersama. Perhatikan juga kondisi anak, ajak mereka main jika sudah kenyang, tidak kelelahan ataupun mengantuk. Karena mereka selain tidak bisa berkonsentrasi tentu akan sangat sulit mengontrol emosi mereka.

Sejak anak kami masih kecil, kami sering bermain bersama. Awalnya hanya mencocokkan gambar dengan suara binatang, menyusun menara dari blok kayu. Menyusun puzzle, ini adalah salah satu kegiatan yang sangat disukainya, sampai sekarang di usianya yang memasuki masa remaja, ia masih mau berlama-lama menyusun puzzle yang rumit. Juga permainan seperti UNO, Mensch rgere Dich nicht, dan banyak lagi yang sangat menarik.

Untuk masa sekarang ini memang sudah sedikit berbeda, karena banyak permainan menggunakan gadget. Tetapi walaupun begitu, di sini keluarga yang memiliki anak-anak kecil masih tetap melakukan kegiatan bermain bersama. Kebersamaan itu membuat anak-anak lebih bahagia.

Germany 20191107

Tentang Anak

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun