Mohon tunggu...
Hengky Wijaya
Hengky Wijaya Mohon Tunggu... Lainnya - Wiraswasta

Selain disibukan dengan pekerjaan, saya juga seorang mahasiswa Magister Hukum di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kelalaian Pemerintah dan Kecerobohan Perusahaan Farmasi dalam Kasus Gagal Ginjal Akut

6 Desember 2022   23:50 Diperbarui: 7 Desember 2022   15:12 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Getty Images/iStockphoto

Kasus penyakit gagal ginjal yang menyerang banyak anak menjadi preseden buruk bagi sistem kesehatan di Indonesia. Kasus tersebut bukan hanya mengungkap kenyataan bahwa terdapat persoalan serius dalam sistem kesehatan di Indonesia, melainkan juga menunjukan bahwa adanya kelalaian dan kecerobohan pihak-pihak terkait dalam menjalankan tugasnya.

Belum sepenuhnya selesai dengan dari berbagai macam varian baru coronavirus, masyarakat Indonesia kini dihadapkan oleh penyakit gagal ginjal yang memakan banyak korban. Dalam banyak kasus, korbannya adalah anak-anak di bawah umur. Laporan Kementerian Kesehatan mencatat bahwa per Oktober 2022 setidaknya ada 296 anak yang menjadi korban gagal ginjal akut. Dari angka tersebut, lebih dari 150 anak meninggal dunia. Karena alasan itulah, pemerintah perlu menetapkan kasus gagal ginjal akut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Menurut National Kidney Federation, gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) adalah penurunan fungsi ginjal secara mendadak atau tiba-tiba. Gejalanya beragam dan bertahap. Pertama, gejala klinis tahap awal yang umum dirasakan adalah diare, muntah-muntah, demam berkepanjangan, hingga batuk dan pilek. Kedua, gejala klinis tahap menengah ditandai dengan adanya penurunan jumlah air seni. Ketiga, gejala klinis berat menunjukan adanya perubahan warna air kemih pada anak yang menjadi kecoklatan atau pekat. Karena tindakan yang diambil oleh pemerintah tidak secepat bagaimana berbagai gejala tersebut berkembang, maka pada gilirannya penyakit tersebut mengakibatkan timbulnya banyak korban.

Kasus kematian banyak anak-anak karena terjangkit penyakit gagal ginjal akut bukanlah tanpa preseden. Dalam catatan medis, kasus tersebut bukanlah kasus baru. Setidaknya kasus serupa pernah terjadi pada 1937 di Amerika Serikat yang dikenal dengan nama Massengill. Kemudian, bertahun-tahun berikutnya, kasus tersebut meluas ke beberapa negara, seperti misalnya Afrika Selatan, Spanyol, India, China, Gambia, hingga Indonesia.

Penyakit gagal ginjal akut serta banyak korban yang meninggal dunia setelahnya tidak hadir tanpa sebab, setidaknya ada hal-hal yang membuat itu bisa terjadi. Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO), penyakit gagal ginjal akut disebabkan oleh bahan-bahan berbahaya yang mencemari obat-obatan, terutama obat-obatan dalam bentuk cairan sirup yang dikonsumsi oleh banyak orang. Adapun bahan-bahan tersebut adalah etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Keduanya menjadi penyebab utama bagaimana banyak orang menjadi keracunan setelah mengkonsumsi obat-obatan.

Namun, apa yang membuat obat-obatan itu menjadi tercemar adalah satu persoalan. Sementara bagaimana kemudian obat-obatan--yang tercemar itu--bisa diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang adalah persoalan lain. Di satu sisi, ada peran dari pihak yang memproduksi obat-obatan tersebut. Di sisi yang lain, juga ada pihak-pihak yang memungkinkan obat-obatan yang mengandung racun tersebut beredar dan dikonsumsi oleh banyak orang.

Hal itu bisa terjadi karena adanya proses produksi gliserin dan propilen glikol yang dilakukan oleh beberapa perusahaan farmasi dengan menyalahi aturan. Jika mengikuti aturan yang berlaku, bahan-bahan tersebut harus diproduksi dengan mengikuti aturan current good manufacturing practices (CGMP). Namun yang terjadi justru sebaliknya. Ada proses produksi pelarut yang melebihi batas aman sehingga beresiko menyebabkan terjadinya pencemaran, termasuk pencemaran EG dan DEG. Implikasinya fatal: banyak anak-anak mengalami keracunan hingga meninggal dunia.

Merujuk pada Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Kesehatan RI 26/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, perusahaan farmasi memiliki izin untuk memproduksi obat. Karena itulah, dalam kasus gagal ginjal akut pada anak, perusahaan farmasi memiliki keterlibatan penting dalam terjadinya kasus tersebut. Laporan abc.net.au menyebutkan bahwa sedikitnya ada sembilan perusahaan yang digugat karena menjadi pihak yang melakukan proses produksi dengan tidak sesuai aturan. Daftar perusahaan tersebut antara lain, PT Afi Farma, PT Universal Pharmaceutical Industries (UPI), PT Tirta Buana, PT Logicom Solution, PT Mega Setia Agung, CV Mega Integra, dan CV Budiarta.

Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh perusahaan farmasi tersebut berkaitan dengan pelanggaran hak-hak konsumen. Dalam UU Perlindungan Konsumen misalnya, tindakan tersebut adalah tindakan yang merugikan banyak orang. Ada banyak korban yang mengalami keracunan bahkan meninggal dunia karena mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Perusahaan farmasi tersebut sengaja memproduksi dan mengedarkan produk farmasi yang tidak memenuhi persyaratan keamanan. Kecerobohan itu pada akhirnya menimbulkan dampak yang serius: kematian bagi seseorang. Selain itu, apa yang dilakukan oleh perusahaan farmasi juga melanggar hak-hak konsumen untuk memperoleh kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa, yang dalam hal ini adalah obat-obatan.

Di sisi lain, pemerintah juga ikut berperan dalam menyebabkan kasus tersebut terjadi. Melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan, pemerintah pemerintah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan dan minuman sebelum barang-barang tersebut diedarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah lalai dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan pemeriksaan obat-obatan secara berkala, memastikan bahwa semua bahan bebas dari hal-hal berbahaya, hingga memberikan izin edar pada obat-obatan itu untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Akibatnya, obat-obatan yang mengandung racun itu tersebar dan dikonsumsi oleh masyarakat sehingga banyak dari mereka yang mengalami keracunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun