[caption id="attachment_267741" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] :Kebijakan Tes Perawan sebelum Menikah dapat Menurunkan Tingkat Prostitusi dan Aborsi Meresponin artikel yang ditulis oleh pemilik akun Galaksi2014, tetang tes keperawanan pra-nikah, sepertinya menjadi interested di tengah zaman metropolis dewasa ini. Apalagi beberapa masyarakat sudah tidak menganggap bahwa keperawanan adalah barang 'suci' yang mesti dijaga. Pada kebanyakan keluarga yang telah menikah, acap kali ketidakperawanan menjadi penyebab kurang harmonisnya suatu hubungan keluarga khususnya keluarga yang baru menikah. Terkadang hal itu dijadikan alasan oleh si laki-laki untuk memenangkan 'perang' dengan istrinya, yang berujung pada sebuah perceraian. Ketidakperawanan seorang wanita dewasa sudah dianggap suatu hal yang tidak penting. Tak pelak beberapa hasil survey menunjukkan angka yang mencengangkan tentang persentase wanita Indonesia yang tidak perawan sebelum menikah. Berdasarkan survei yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2010 di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, diperoleh bahwa sebanyak 32% remaja putri usia 14-18 tahun pernah melakukan hubungan seksual. Selaras dengan data yang didapat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun yang sama, bahkan hasilnya lebih mencengangkan lagi: Di kota besar seperti Surabaya, perempuan yang belum menikah sudah kehilangan keperawanan mencapai 54 %, Bandung 47 %, dan Medan 52 %. Bahkan di Ponorogo, hasil survey secara acak yang dilakukan KPPA (Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), mencatat bahwa 80% remaja perempuan di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pra-nikah. Itu artinya, 80% wanita Ponorogo sudah tidak perawan lagi sebelum menikah. Pada tahun 2002 di Yogyakarta, LSCK PUSBIH (Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Latihan Bisnis dan Humaniora) melakukan survei dari 1.660 orang responden yang tersebar di 16 perguruan tinggi di kota Yogyakarta. Dan 97,05% dari responden itu mengaku kehilangan keperawanannya dalam periodisasi waktu kuliahnya. Sementara pada tahun 2011 hasil Survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim menyebutkan bahwa sebanyak 25 persen pelajar SMP, siswa SMA, dan mahasiswa di Samarinda, mengaku pernah berhubungan seksual. Data itu diperoleh dari 400 responden yang diwawancarai PKBI Kaltim. Ke-400 sampel terdiri dari 100 pelajar SMP, 100 siswa SMA/SMK, 100 mahasiswa, dan 100 remaja putus sekolah. Dari data diatas, menunjukkan bahwa keperawanan perempuan Indonesia sudah mulai luntur. Permasalahannya bukan pada prestise, melainkan dampak peningkatan ketidakperawanan perempuan Indonesia sebelum menikah. Peningkatan ketidakperawanan pada perempuan sebelum menikah berbanding lurus dengan peningkatan bisnis prostitusi, tingkat penjualan perempuan, tingkat perceraian, dan tingkat kehamilan sebelum menikah. Lalu bagaimana pengaruhnya dengan generasi bangsa? Jika menilai dari sudut pandang antropologi, pada dasarnya keperawanan, sudah dijadikan hal yang 'suci' sejak dahulu dan bukan hanya sekedar prestise bagi seorang wanita. Keperawanan bukan hanya penilaian kualitatif bagi perempuan. Lebih dari itu, bahwa sejak dulu banyak budaya yang menganggap bahwa zinah adalah perbuatan yang paling memalukan. Sehingga masyarakat dulu, mensakralkan keperawanan wanita sebelum memiliki ikatan dalam sebuah perkawinan. Dan pada akhirnya angka ketidakperawanan sebelum menikah jumlahnya sedikit. Kontraproduktif dengan zaman dahulu, di zaman mondial sekarang, keperawanan dianggap tidak penting. Kemajuan masyarakat akibat pengaruh lingkungan dan teknologi telah mengubah pola pikir masyarakat terhadap sakralnya nilai perawan. Namun meski terlihat konvensional, idealisme yang diterapkan oleh nenek moyang kita amatlah relevan dengan apa yang diajarkan oleh semua norma dan agama, bahwa zinah adalah perbuatan yang dianggap tidak baik. Pandangan lain adalah nilai-nilai kesucian wanita mesti dijaga agar dapat menekan angka perbuatan prostitusi dan bisnis seks lainnya serta tindakan aborsi. Hukum Negara yang terlalu longgar terhadap penindaktegasan porstitusi dan aborsi menjadi penyebab semakin meningkatnya wanita Indonesia yang tidak perawan sebelum menikah. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan untuk menekan angka ketidakperawanan remaja putri adalah melalui budaya. Apalagi bisa dikatakan, perbuatan zinah pada kebanyakan budaya masih dianggap perbuatan bid'ah. Adanya tes keperawanan sebelum menikah juga penting untuk dilakukan. Walapun hal ini akan menuai banyak kritik khsusnya dari lembaga pemerhati wanita karena telah melewati zona privasi, namun hal ini sangat penting untuk mensakralkan nilai keperawanan seorang wanita. Dengan begitu wanita akan lebih mawas dan menjaga keperawananna sebelum menikah. Sedangkan hasil dari tes tersebut akan diserahkan kembali ke pihak keluarga. Pihak keluarga akan berembuk tentang kondisi ini. Namun yang paling penting, pemerintah perlu mengeluarkan aturan kepada masyarakat yang akan menikah, agar melakukan tes keperawanan, dan kegiatan ini dapat diprogramkan dengan baik dan didampingi sepenuhnya oleh pemerintah. Dengan begitu, nilai sebuah keperawanan akan mahal. Sinkronisasinya dengan sosiologi masyarakat adalah, akan menurunnya tingkat bisnis porstitusi, angka pemerkosaan, dan angka hubungan seks di luar nikah. Seorang wanita akan berpikir ulang ketika ingin melakukan hubungan di luar nikah ketika yang ada di kepalnya, adalah ketika dia hendak menikah dan calon suami beserta keluarganya akan mencemooh atau membatalkan pernikahannya karena sudah tidak perawan lagi. Integralitas penerapan program tes perawan cukup penting dan pernah dilakukan di India ketika dilaksanakan pernikahan massal yang semua biayanya ditanggung pemerintah dengan syarat semua calon mempelai wanita harus perawan. Walaupun mendapat kecaman dari beberapa LSM. Meski dinilai akan memojokkan wanita, namun implementasi program ini secara tidak langsung akan meningkatkan keperjakaan seorang pria. Karena pada dasarnya peningkatan keperawanan perempuan sebelum menikah akan berbanding lurus dengan peningkatan keperjakaan pria. Sudah seharusnya, nilai keperawanan mulai ditingkatkan lagi agar meminimalisir tindakan-tindakan yang melanggar hukum mulai dari tindakan hubungan di luar nikah, aborsi, perceraian dan bisinis porstitusi. Karena kalau perempuan telah menganggap bahwa keperawanan adalah nilai yang paling suci dalam dirinya, barangkali pramuria dan pemain film porno akan berkurang karena dia tidak mau kehilangan nilai tersucinya. Dan kalau dua komponen itu berkurang, maka pikiran-pikiran khsusunya pikiran dan niat birahi seorang pria akan berkurang. Semuanya saling terintegral dan dapat dimulai dengan menerapkan program tes keperawanan sebelum menikah. Dengan begitu, pola pikir masyarakat akan berubah. Dan perubahan ini akan meningkatkan nilai-nilai keperawanan. Dan dengan adanya peningaktan nilai keperawanan, bisa dibayangkan, seorang untuk menampakkan (maaf) dadanya saja, seorang wanita akan berpikir ulang. Maka dengan perubahan pola pikir seorang perempuan, akan diikuti dengan pola pikir laki-laki, sehingga Indonesia lebih 'perawan'. Daftar referensi: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2011. Seks Bebas di Kalangan            Remaja.http://kepri.bkkbn.go.id/ http://muda.kompasiana.com/2013/06/11/perlukah-test-keperawanan-sebelum-menikah-    567826.html http://www.kpai.go.id/ http://www.tribunnews.com/2012/11/12/62-persen-remaja-indonesia-tidak-perawan http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/17324/satu-dari-tiga-siswi-samarinda-tak-lagi-   perawan.html http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/17324/satu-dari-tiga-siswi-samarinda-tak-lagi-   perawan.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI