Mohon tunggu...
Hendro Lukman
Hendro Lukman Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Memberikan yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dampak Covid-19 terhadap Komitmen Berkelanjutan

28 September 2020   21:44 Diperbarui: 28 September 2020   21:49 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi prinsip pembangunan berkelanjutan(shutterstock.com via kompas.com)

"Covid-19 menyadarkan kita akan pentingnya kepedulian pada keberlanjutan. Kita tidak bisa kembali kepada cara hidup lama yang tidak sustainable. Ini saatnya untuk mempersiapkan diri agar dapat menciptakan norma baru - Build Back Better". 

Kutipan di atas disampaikan oleh salah satu narasumber dari sebuah perusahaan tambang nikel yang terintegrasi dengan smelter, dalam acara Bincang Kampus yang diselenggarakan oleh Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) bekerja sama dengan Universitas Katolik Parahyangan.

Acara bincang kampus bertajuk "Dampak Covid-19 Terhadap Komitmen Berkelanjutan dan Praktek Pelaporan Berkelanjutan" tersebut diselenggarakan pada tanggal 26 September 2020. 

Penulis tertarik untuk mengulik Komitmen Berkelanjutan perusahaan tersebut karena pada awal tahun 2020, perusahaan ini meraih penghargaan "PROPER Hijau" (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"PROPER Hijau" merupakan penghargaan dari Pemerintah kepada dunia usaha yang patuh dan melebihi ketaatan terhadap pengelolaan lingkungan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien, dan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dengan baik.

Komitmen untuk mempertahankan implementasi "PROPER Hijau"

Dilansir dari kontan.co.id, pandemi Covid-19 membuat produksi nikel di tahun 2020 terancam turun. Sejumlah tambang yang masih beroperasi, harus menerapkan kebijakan pembatasan tenaga kerja dan wilayah operasi. Selain itu, penurunan produksi juga diakibatkan penghentian operasi line oleh sejumlah line smelter.

Penghentian operasi line oleh sejumlah line smelter tidak hanya terjadi di Indonesia. Sebuah studi oleh McKinsey pada bulan September 2020 mengungkapkan, pembangunan tambang nikel di dunia tertunda secara signifikan akibat Covid-19.

Sementara itu, kebutuhan nikel dunia diperkirakan akan meningkat dari 2,2 juta metrik ton ke kisaran 3,5 juta hingga 4,0 juta metrik ton pada tahun 2030. Menjadi pertanyaan, mampukah industri nikel menjawab kebutuhan tersebut dengan tetap menjaga keberlanjutan lingkungan?

Potensi dampak negatif tambang nikel terhadap kualitas lingkungan 

Ada 2 jenis bijih nikel yang digunakan untuk membuat logam nikel yaitu bijih jenis sulfida dan bijih jenis  laterit. Menurut studi McKinsey, tambang nikel di Indonesia menghasilkan bijih jenis laterit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun