Mohon tunggu...
Hendri Teja
Hendri Teja Mohon Tunggu... Novelis - pengarang

Pengarang, pengemar narasi sejarah. Telah menerbitkan sejumlah buku diantaranya: Suara Rakyat, Suara Tuhan (2020), Tan: Gerilya Bawah Tanah (2017), Tan: Sebuah Novel (2016) dan lain-lain. Untuk narasi sejarah bisa salin tempel tautan ini: Youtube: https://www.youtube.com/@hendriteja45

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Boikot, Bela Palestina, dan Kemandirian Sebuah Bangsa

16 Desember 2017   13:25 Diperbarui: 18 Desember 2017   21:18 2836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: mirajnews.com

Artinya, kita bisa memilih. Dari seribu perangkap yang diangsurkan, kita bisa memilih 10, 50 atau 100 perangkap yang memang tidak bisa kita elakan. Tetapi kita memilih dengan kesadaran bahwa kelak perangkap-perangkap ini mesti kita tinggalkan.

Ini bukan omong-kosong. Silakan amati sekeliling kita. Kedai-kedai kopi lokal yang ditata modern berdiri tegak, tidak kalah dari Starbuck yang sudah mendunia itu. Bukalapak muncul melawan dominasi Amazon dan Ebay, Gojek hadir sebagai pesaing Uber.

Setiap tahun, anak-anak bangsa mampu memproduksi prototype ponsel, mesin produksi sampai kendaraan bermotor, termasuk jejaring sosial alternatif. Memang belum sepenuh produk lokal, dan barangkali kualitas masih jauh dari produk asing, tetapi semangat ini jelas menggembirakan.

Pasti muncul pertanyaan. Bagaimana bila PMN hengkang dari Indonesia akibat aksi boikot ini? Bagaimana nasib para buruh Indonesia yang bekerja di sana? Ini adalah salah satu risiko, tapi percayalah kondisinya awalnya tidak akan buruk-buruk amat. Mustahil akan terjadi eksodus besar-besaran secara serentak, paling banter segelintir setiap tahun. Saya yakin dan percaya pemerintah pasti memiliki cara untuk membantu para buruh yang terdampak ini.

Mengapa? Karena Indonesia adalah negara kaya. Sumber daya alam Indonesia melimpah ruah. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 262 juta jiwa, dari sisi ekonomi Indonesia adalah pasar terbesar ke-4 di dunia bagi PMN.

Ingat saat ini PMN sudah semakin buas. Mereka tidak hanya mengejar konsumen orang-orang berduit. Orang miskin memang tidak bisa membeli mobil berharga milyaran atau ratusan juta, tetapi mereka sudah kadung terjebak---misalnya---mesti mandi pakai sabun, harus menggunakan odol untuk sikat gigi. Pulsa pun kini hampir-hampir jadi kebutuhan primer. Dan siapakah yang menikmati ceruk pasar orang miskin itu kalau bukan---lagi-lagi---perusahan multinasional itu?

Artinya, jika kita mau masa itu pasti datang. Masa di mana rakyat Indonesia tidak lagi terpenjara oleh  produk-produk PMN. Masa di mana produk-produk lokal menjadi raja di negeri sendiri. Saya percaya akan hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun