Mohon tunggu...
Hendri Muhammad
Hendri Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Welcome Green !! Email: Hendri.jb74@gmail.com

... biarlah hanya antara aku dan kau, dan puisi sekedar anjing peliharaan kita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumah Berlapis dan Penataan Jakarta Tanpa Penggusuran

7 November 2017   01:32 Diperbarui: 8 November 2017   09:00 2973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apalah arti sebuah nama." Ungkapan yang diucapkan William Shakespeare dulu, bisa jadi tidak relevan lagi untuk masa sekarang. Mungkin karena sudah begitu banyak nama, yang tidak hanya dijadikan sebagai sebuah identitas, tapi lebih jauh digunakan untuk mendefinisikan sesuatu, merepresentasikan sesuatu, hingga menyebutkan sebuah nama terkadang perlu tambahan penjelasan agar tidak menimbulkan misunderstanding yang bisa memancing orang-orang untuk berspekulasi atau terjebak pada pembicaraan yang "ngga nyambung" satu sama lain.

Terkait dengan program terbaru Pemprov DKI Jakarta tentang "rumah berlapis", apa sebenarnya yang dimaksud dengan "rumah berlapis" tersebut? Terus terang saja, nama ini rasanya masih asing terdengar dalam dunia properti.

Setelah ditelusuri lebih jauh, kesimpulan yang diperoleh ternyata, "rumah berlapis" adalah sama, sebelas duabelas, dengan rumah susun. Artinya, program Pembangunan Rumah Berlapis yang dilontarkan Anies selanjutnya mengacu dan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

Sedikit perbedaan di antara keduanya terletak pada jumlah lantai bangunan, di mana rusun dipersepsikan sebagai "high-rise building" dengan jumlah lantai yang banyak, sementara rumah berlapis adalah versi rusun yang terdiri dari beberapa lantai (3-6 lantai) saja, atau mirip dengan yang biasa kita dengar sebagai flat housing.

Dugaan saya, beberapa nama yang kerap digunakan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih yang terkait dengan hunian, seperti kampung deret, rumah susun, dan rumah berlapis, sejatinya merujuk pada benda yang sama, atau sebuah "makhluk" yang sama.

Jika benar seperti itu, maka alangkah baiknya keperluan terhadap penamaan yang berbeda pada "makhluk" yang sama tersebut, misalnya karena perbedaan wujud secara fisik, perbedaan karakteristik lokasi, atau perbedaan lingkungan, maka perlu rasanya penjelasan lebih detil dari otoritas terkait untuk menghindari kesalahpahaman.

Terlepas dari itu semua, ada yang lebih menarik untuk dicermati dari dua peristiwa yang terkait dengan program penyediaan hunian terjangkau bagi masyarakat DKI Jakarta dalam kurun waktu belum 1 bulan sejak pelantikan Anies-Sandi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 16 November lalu.

Peristiwa pertama adalah keputusan Pemprov DKI yang menolak mengajukan banding terhadap keputusan pengadilan yang memenangkan gugatan warga Bukit Duri yang menjadi korban penggusuran, akibatnya Pemprov DKI harus mengeluarkan dana Rp 200 juta per kepala keluarga sebagai ganti rugi. Peristiwa kedua adalah apa yang baru-baru ini dilontarkan Anies yang menyediakan salah satu solusi menyelesaikan masalah hunian bagi warga Jakarta berbentuk "rumah berlapis".

Kedua peristiwa tersebut secara tersirat dapat dibaca sebagai sebuah langkah awal guna mewujudkan komitmen Anies-Sandi untuk merealisasikan janji mereka untuk membangun kota Jakarta tanpa melakukan penggusuran.

Tentu langkah-langkah permulaan ini harus diapresiasi, mengingat beratnya tantangan yang dihadapi untuk menata wilayah-wilayah pemukiman Jakarta yang sesuai dengan prinsip-prinsip hunian yang setara (equal), memadai (adequate), dan terjangkau (affordable), tanpa mencabut kehidupan warga dari lingkungan yang telah menjadi akar tempat mereka memutar roda ekonomi rumah tangga selama ini.

Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dampak negatif yang mengemuka sebagai akibat dari penggusuran warga di Jakarta, sebagaimana yang telah digambarkan dengan baik dalam sebuah artikel di sini, tentang apa yang terjadi setelah penggusuran warga Bukit Duri yang kemudian direlokasi ke Rusun Rawa Bebek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun