Seperti sebagian praktisi bela diri, saya pernah berangan-angan membuka klub bela diri setelah mencapai level Master. Menjalani hobi sambil mengeruk uang, sebuah kombinasi sempurna! Organisasi klub Taekwondo dimana saya dulu berlatih membuka mata saya bahwa ternyata membuka klub bela diri sebagai bisnis sampingan tidak semudah itu.
Ada beberapa faktor yang perlu diketahui sebelum menjadikan bela diri sebagai usaha sampingan:
Berlatih bela diri beda dengan mengajar
Saya merasa hidup ketika latihan tapi frustasi mengajar sabuk putih. Benar-benar butuh kesabaran ekstra. Mereka kesulitan mengeksekusi tendangan dasar saya rasa gampang. Saya rasa ini karena keahlian bela diri terpatri dalam muscle memory sehingga lebih mudah didemonstrasikan daripada diajar. Alhasil banyak yang jago tapi hanya sedikit yang qualified sebagai instruktur. Selain itu instruktur harus tajam mengamati teknik murid agar bisa memberi umpan balik efektif demi perkembangan. Singkatnya, mengajar memerlukan keahlian baru untuk sukses.
Tingkat murid behenti (drop-out rate) tinggi pada tahun pertama
Ini adalah realitas tidak mengenakkan dari usaha bela diri. Umumnya murid sabuk putih antusias pada awalnya. Dari pengamatan pribadi, kita cukup melihat apakah murid akan bertahan dari tahun pertama khususnya anak usia sekolah. Kebanyakan berhenti dalam tiga atau empat bulan setelah ujian kenaikan sabuk pertama karena komitmen kerja/sekolah, bosan, ikut teman lain yang sudah berhenti atau kecewa hanya ada bogem mentah dalam dunia nyata.
Pemasukan tidak jelas pengeluaran jalan terus
Murid baru datang dan pergi pada tahun-tahun pertama berarti pemasukan tidak jelas. Ditambah lagi pengeluaran sewa ruangan beserta pembelian sejumlah alat latihan (kicking pad, target mitt, target pad, shin guard). Menetapkan sistem kontrak latihan dengan auto-debit dalam kebanyakan kasus bisa menjadi bumerang. Kontrak sendiri tidak masalah selama fair, kesalahan terbesarnya pada timing.
Sekolah bela diri baru menghadapi dua masalah utama: membangun basis murid loyal dan pemasukan tidak menentu. ‘Mengunci’ murid yang baru mendaftar lewat sistem kontrak mungkin masuk akal dari segi bisnis (setidaknya dalam jangka pendek) - tidak beda dengan gym membership. Namun sulit bertahan tanpa basis murid loyal dalam jangka panjang. Kemungkinan terburuk murid merasa instruktur lebih tertarik cari duit daripada mengajar!
Dengan pertimbangan faktor-faktor diatas, berikut solusi mengatasinya:
Pertahankan pekerjaan utama