Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pasir Laut Dikeruk, Apa Kata Nelayan?

8 Juni 2023   05:30 Diperbarui: 22 Juni 2023   17:11 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersma Nelayan Pantai Pancer, Banyuwangi (sumber: dokpri)

Maraknya pembahasan perihal ekspor pasir laut yang menjadi kebijakan Pemerintah kini tentu banyak tuai pro dan kontra. Walau dalam realisasinya Pemerintah menegaskan, hanya pada spot atau titik tertentu saja pengerukan pasir laut akan dilakukan. Jadi tidak pada daerah yang termasuk pada area konservasi alam, beserta dengan dampak yang akan terjadi terhadap habitat alaminya.

Skala prioritas yang dikemukakan demi pemenuhan ekspor pasir laut memang selalu hangat untuk dibahas. Walau alasan utama yang dikemukakan adalah untuk mengurangi dampak negatif atas sedimentasi, dari para pengamat lingkungan justru memiliki pandangan dan argumentasi berbeda. Disamping penetapan area hanya di sekitar muara sungai yang mengarah ke laut.

Sedimentasi secara alami dianggap tidak akan mengganggu atau merusak ekosistem yang ada, kecuali jika dilakukan pengerukan yang justru akan merubah dan mengancam ekosistem secara berkelanjutan. Hal ini pun pernah diceritakan oleh para nelayan kepada penulis, kala mampir di Banyuwangi, pasca ramai soal reklamasi Teluk Benoa.

Nelayan Pantai Pancer hingga Boom menolak keras upaya pengerukan pasir laut yang dipergunakan untuk kepentingan reklamasi. Hal ini berangkat dari problem lingkungan yang terjadi, diantaranya adalah penurunan jumlah ikan secara drastis. Tentu akibat dari keruhnya air laut yang juga merusak area lindung ikan-ikan secara reaktif karena kegiatan pertambangan di muara.

Apalagi jika kawasan tersebut merupakan area tangkap nelayan, yang tentunya akan mempengaruhi perekonomian rakyat secara signifikan. Secara garis besar memang, pemahaman para nelayan atas kebijakan pasir laut, baik untuk kepentingan reklamasi, ekspor, atau industri ekstraktif yang selalu menimbulkan pertentangan. Apalagi jika sudah berkaitan dengan perilaku pertambangan.

Maka 10 tahun silam, melalui SK Menperindag Tahun 2003, ekspor pasir laut dihentikan secara sementara. Karena banyak terjadi penyimpangan dalam tata pelaksanaan yang berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan. Lantas, mengapa saat ini justru diberikan ruang terbuka (izin) untuk kegiatan pertambangan pasir laut?

Area pesisir adalah tempat tinggal bagi masyarakat yang bergantung secara ekonomi dari hasil laut. Bukan hanya nelayan, melainkan seluruh warga yang berkaitan dengan kegiatan sosial ataupun ekonomi secara luas. Apalagi Walhi dan Greenpeace juga menjelaskan perihal ancaman terhadap lingkungan atas dibukanya area pertambangan di sekitar muara.

"Sedimentasi pasir laut itu kan terbentuk dalam waktu lama, lha kalau ditambang pasti cepat habis, mas. Kalau sudah habis, apakah tambang itu akan pindah ke lokasi lain?", ungkap seorang nelayan di Pantai Boom. Belum lagi limbah yang dihasilkan oleh aktivitas pertambangan, sudah dipastikan dapat merusak ekosistem pantai dan laut disekitarnya.

Bahkan Walhi menegaskan, perilaku pertambangan pasir laut akan memberi dampak langsung bagi pulau-pulau kecil di sekitarnya. Abrasi akan terjadi secara masif, dan penurunan ketinggian pulau/wilayah pesisir akan lebih cepat terjadi, ditambah dengan alam sekitar yang terdampak. Terlebih adanya narasi politik yang turut mengemuka dengan hadirnya kebijakan ini.

Bersama nelayan Pantai Merah, Banyuwangi (sumber: dokpri)
Bersama nelayan Pantai Merah, Banyuwangi (sumber: dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun