Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Maraknya Eksploitasi Anak Dalam Mencari Nafkah di Jalanan

29 Mei 2023   18:30 Diperbarui: 29 Mei 2023   18:29 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi eksploitasi anak (sumber: youtube/sponge bob square pants)

Anak adalah berkah dan anugerah yang dititipkan oleh Tuhan YME kepada para orang tua. Sebagai pembuka pintu rizki yang melimpah bagi setiap manusia. Hal inilah yang dapat dijadikan alasan, betapa anak adalah tabungan abadi bagi orang tuanya. Tentunya melalui ajaran kebaikan dan pemahaman moral selaku manusia yang beradab. Bukan justru dimanfaatkan untuk kepentingan yang tidak bijak atau negatif. Apalagi sampai mengeksploitasi masa kecil anak-anak hanya demi materi yang sesaat.

Inilah dasar problematika sosial yang tampak marak namun luput pada aspek solutifnya. Lantaran kehadiran mereka di jalan tidak dikategorikan sebagai masalah sosial yang harus diperhatikan. Dalam hal fakir miskin dan anak terlantar yang harus dipelihara oleh negara. Secara statistik memang, status sosial mereka telah dikategorikan menjadi beberapa kelompok. Baik sebagai pengemis, gelandangan, anak terlantar, ataupun sebagai anak jalanan. Belum lagi keluarga yang berada dalam status miskin atau tidak mampu.

Misal, data yang didapat di Jakarta saja, seperti yang dilansir melalui BPS, ada sekitar 289 jiwa sebagai pengemis. Belum lagi gelandangan yang mencapi 1.096 jiwa. Dimana posisi anak terlantar dan anak jalanan ada sekitar 308 jiwa. Sama halnya dengan daerah lain, seperti di Lampung. Ada sekitar 963 jiwa dalam kategori pengemis dan gelandangan. Sedangkan untuk anak terlantar dan jalanan ada sekitar 97 jiwa. Serta 391 jiwa lainnya terdata sebagai pemulung.

Data tersebut kiranya bukanlah sekedar pelengkap data statistik tiap daerah. Ada problem sosial yang kiranya dapat menjadi fokus bersama. Khususnya bagi stakeholder pengatur kebijakan. Belum lagi jika kita secara terbuka sampaikan perihal penduduk miskin di Indonesia. Sedangkan untuk wilayah Jawa, sesuai data BPS, disebutkan bahwa Jogjakarta memiliki porsentase tinggi dalam hal kemiskinan. Yakni sebesar 11,49 persen dari jumlah penduduknya. Kedua ada baru Jawa Tengah, dengan 10,98 persen. 

Namun secara data kependudukan, Jawa Tengah memiliki jumlah tertinggi, dengan 3.858.230 jiwa, dibandingkan Jogjakarta dengan 463.630 jiwa. Sekali lagi bukan soal data jika bicara perihal eksploitasi anak. Memang semua berangkat dari persoalan kemiskinan, sehingga dapat membuka ruang eksploitasi terhadap anak. Ini realitas yang harus diselesaikan, agar era ramah anak dapat diwujudkan demi masa depan generasi bangsa.

Terlebih dengan optimalisasi dalam locus pendidikan. Tidak menutup kemungkinan perihal masalah ekonomi keluarga tetap menjadi beban utamanya. Terlebih ruang eksploitasi justru dilakukan oleh keluarga sendiri, baik orang tua atau saudara yang tengah mengalami persoalan ekonomi. Demi mendapat empati, semua cara dapat dilakukan. Tak terkecuali dengan cara pelibatan anak-anak untuk mengais pendapatan di jalanan.

Walau ada Perda yang mengatur sanksi yang melarang kegiatan mereka, namun tetap saja kegiatan mencari nafkah dengan melibatkan anak di jalanan tetap terjadi. Hal inilah yang kerap membuat tindak eksploitasi anak semakin tidak dapat dikendalikan. Tidak adanya sikap tegas yang selalu menjadi landasan rasio untuk menindak. Pun tak hanya melalui Perda semata, melainkan dari peran serta masyarakat dalam menilai persoalan ini secara objektif. Khususnya bagi dinas terkait yang seharusnya dapat mengawasi secara penuh dan menyeluruh maraknya kasus eksploitasi anak ini.

Dalam hal ini tentunya peran lembaga yang fokus pada persoalan anak, juga dapat berperan lebih aktif kembali. Bukan hanya memberi edukasi, melainkan dengan pendekatan yang lebih realistis. Khususnya dalam memberikan ruang alternatif bagi pemberdayaan ekonomi. Tidak lain sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan, melalui berbagai kebijakan yang ada. Agar anak-anak tidak jadi korban bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi orang tuanya. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun