Kiranya tidak jauh dari modernisasi di Jakarta, kawasan Jonggol memang dikenal dengan area emas. Ratusan kendaraan berat melintasi area ini setiap waktunya. Tidak ada aturan baku mengenai tonase yang diperkenankan sesuai hukum yang berlaku. Daya angkut besar inilah yang sedianya menjadi alasan betapa jalan raya di daerah ini banyak yang berlubang atau rusak.
Sebelumnya telah diulas, bahwa masih banyak jalan raya dengan kondisi rusak atau rusak berat menjadi kendala dalam mobilitas penduduk. Geliat ekonomi pun seakan terhambat karena minimnya akses yang dapat menunjang roda distribusi bergerak leluasa. Apalagi jika sebuah desa merupakan penghasil komoditas ekonomi yang potensial. Dengan ragam kebijakan publik yang baik bagi kemandirian sebuah desa.
Kita dapat berasumsi bahwa kemandirian ekonomi berangkat dari jalan raya. Suatu wujud eksistensi transportasi yang tidak hanya diperuntukkan kepada aspek ekonomi saja.
Pun dengan masyarakatnya yang terikat sebagai subjek sosial yang memiliki ketergantungan dengan sarana. Infrastruktur jalan raya adalah kunci. Kiranya itulah yang dikembangkan sejak masa Deandels berkuasa di Indonesia.
Pembukaan jalan raya Anyer hingga Panarukan adalah sebuah upaya dari pemerintah kolonial untuk memajukan perekonomian. Selain optimalisasi mobilitas masyarakat yang dapat memberi sumbangsih bagi kemajuan daerahnya. Kiranya desa adalah sumber utama kekuatan ekonomi bangsa.
Namun, jika aksesbilitas jalan-jalan di pedesaan tidak sesuai dengan kebutuhan, maka wajar jika daerah tersebut akan tertinggal. Baik secara ekonomi ataupun sosial.
Faktor lainnya tentu saja adalah aspek kesehatan dan pendidikan yang dapat terkendala. Dua pelayanan publik yang membutuhkan sarana penunjang agar dapat bermanfaat dengan baik di masyarakat, khususnya jalan raya.
Tidak mengherankan jika kemudian hal ini menjadi salah satu tuntutan dari para dokter atau nakes di Indonesia. Demi memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat di desa-desa. Termasuk para pendidik yang kerap berjibaku di pelosok desa dengan akses jalan belum memadai.
Namun patut dipahami, terangkatnya persoalan jalan raya ini di publik, semata-mata memang wujud koreksi terhadap berbagai instansi yang bertanggung jawab atas pengadaan infrastuktur tersebut. Baik Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten serta instansi Pemerintah di bawahnya. Bukan berangkat atas unsur politis dan yang lainnya. Sedianya desa adalah tulang punggung kota dengan segala kebutuhannya dari desa. Apalagi jika membahas mengenai ketahanan pangan. Semua sumber alam sedianya berawal dari pedesaan.