Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cukup Siti Nurbaya

11 Februari 2023   13:04 Diperbarui: 25 Maret 2023   13:59 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Siti Nurbaya (Good News Indonesia)

Kita bukan hendak membahas soal novel Marah Rusli, tapi soal lagu milik Dewa 19. Ada cerita dibalik penciptaan lagu itu. Menurut cerita sang composer, Ahmad Dhani, lagu itu dibuat untuk menyindir keluarga Maia (istrinya, yang belakangan mereka bercerai) yang tidak setuju anak gadisnya berhubungan atau bersuamikan seorang musisi (atau seniman?) karena "tidak jelas nasibnya."

Sebagai seorang yang berkegiatan sebagai seniman yang sekaligus merangkap pengusaha seni, saya tidak membantah hal itu. Tapi yang perlu diketahui bahwa pekerjaan seniman sama dengan pengusaha.  Seniman berusaha untuk menjual karyanya. Maka seperti pengusaha, ada proses menuju sukses, ada pula fase naik turun. Kenapa saya bisa tahu? Karena saya melakoni bidang tersebut.

Jadi, kalau orang tua menolak anaknya menjalin hubungan dengan seniman, maka seharusnya mereka juga menolak si anak menjalin hubungan dengan pengusaha.

Lalu apa pilihan orang tua kalau seniman dan pengusaha dicoret dari daftar. Maka, satu-satunya profesi yang paling aman adalah bekerja untuk negara, alias ASN. Baik itu, PNS, tentara, polisi, dsb.

Tapi sebenarnya, profesi ini juga tidak lepas dari 'pasang surut', walau secara tak langsung. Karena mereka bergantung pada negara, digaji oleh negara, maka nasib mereka sangat bergantung pada kas negara. Nah, kadang kas negara ada pasang surut. Waktu surut, kita mengenalnya dengan istilah defisit anggaran. Ketika negara mengalami kesulitan membiayai pos anggaran negara yang disepakati bersama DPR, maka yang pusing itu adalah negara, bukan si ASN. Makanya pikiran ASN berada dalam posisi selalu aman karena hidupnya sudah terjamin. Tidak seperti pengusaha. Ini yang sangat disanjung oleh calon-calon mertua tadi.

Mereka tidak lanjut berpikir lebih jauh, bahwa berikutnya, jika defisit, maka yang dilakukan negara adalah hal ini;

Ketika defisit anggaran terjadi, biasanya yang sering terjadi adalah berhutang. Sekarang hutang kita sudah Rp. 7000 trilyun lebih. Ini kita kesampingkan lebih dulu, karena semua orang sudah tahu.

Kedua, pemerintah giat mencari skema pemasukan lain. Baik itu pengurangan subsidi BBM secara radikal daripada presiden-presiden sebelumnya, salah satunya menghilangkan premium. Sekarang BBM sudah murni BBM non-subsidi, hanya saja negara tidak transparan soal ini. Oke, ini juga kita kesampingkan. 

Ketiga, inilah yang hendak kita bahas, untuk pertama kali terjadi dalam sejarah saya hidup, negara menaikkan Ppn menjadi 11%, dari 10%. 

Pertanyaan besarnya, siapa yang paling dirugikan negara untuk itu? Pengusaha!!! Seniman dan lainnya. Mereka kehilangan uang sebesar 1% yang harus mereka terima demi menggenjot penerimaan negara. Nilai 1% itu terlihat kecil, namun tidak demikian kenyataannya. Bila keuntungan seorang pengusaha dari pekerjaannya adalah hanya 7%, setelah 93%-nya sudah habis untuk material pekerjaannya dan ongkos-ongkos, maka nilai 1% itu sangat bernilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun