Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mukadimah

27 Oktober 2017   12:13 Diperbarui: 27 Oktober 2017   12:25 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbeda dengan orang-orang yang menyayangkan atau bersikap sinisme terhadap ucapan pak gubernur Aceh yang kontroversi, yang mengatakan bahwa hanya negara-negara terbelakang di Asia dan Pasifik sana yang menyambut tamu dengan tari-tarian.

Ungkapan itu diucapkan gubernur di akun Facebooknya, saat dikritik oleh seorang anggota DPD asal Aceh, Rafli, yang mempertanyakan kenapa penyambutan wakil perdana menteri Turki terkesan biasa saja, padahal Aceh punya hubungan baik dengan Turki pada masa lalu, termasuk pula saat rehab rekon Tsunami.

Apanya yang saya maklumi?

Mungkin sebenarnya gubernur bukan kesal dengan sambutan tariannya, mungkin ia jenuh dengan proses pembukaan acara yang menghiasi acara. Mungkin ia ingin terlihat maju seperti penyambutan di negara-negara lain yang efektif dan menghargai waktu. Saya sering menghitung, dalam pidato saja, mukadimah dengan menyebut nama-nama orang yang hadir hampir setengah gedung disebutkan satu persatu, buat apa?

Acara-acara di Aceh sudah sangat dikenal tidak efektif dari segi waktu. Dari 2 atau 3 jam acara, setengahnya dihabiskan untuk mukadimah, seremonial dan beragam bentuk protokoler lainnya. Bagi kita yang jarang atau hanya sesekali mengikuti acara mungkin tidak masalah, tapi tidak untuk seorang gubernur, yang mengikuti rangkaian acara dan undangan bisa 2-3 kali dalam sehari. Bila ada rangkaian mukadimah selama 1 jam setiap acara, 3 jam waktu gubernur habis sia-sia. Lucunya, penyelenggara acara disini tidak pernah memulai acara sebelum gubernur (atau pejabat utama) hadir. Bila gubernur sengaja memperlambat datang agar waktunya efektif dirinya segera berada di jadwal inti acara, malah akhirnya acara baru dimulai setelah ia tiba. Haha.

Hal ini bertolak belakang dengan rangkaian acara diluar sana, dimana bila ada acara, contohnya seminar, maka sesaat dimulai akan langsung pada inti acara. Gubernur mungkin ingin terlihat lebih progressif. Itu memang gayanya.

Untuk menolak juga mungkin sulit, karena bisa dianggap durhaka, karena salah satu kegiatan seremoni disini adalah pengajian. Nanti akan disebut durhaka pada agama. Apalagi Aceh syariat Islam, tak ada alasan menghilangkan pembukaan itu, walaupun hal itu tak diatur dalam rukun seminar dan rukun menyambut tamu.

Sejak saya masih bikin liputan 10-15 tahun lalu, bila ada acara pada jam 8 pagi. Saya pasti akan datang pada jam 9. Alih-alih merasa telat, kadang pada jam segitu acara masih belum mulai, karena pejabat utama yang diundang belum hadir. Seperti saya bilang tadi, melambatkan diri, tapi ironinya acara malah menunggu dia. Padahal saya yakin, bila acara belum dimulai, pejabat itu tak akan marah, malah berterimakasih, tapi dalam hati.

Walau demikian, cara gubernur berkomunikasi memang tak elok. Tak menunjukkan kompetensi seorang pemimpin. Bagi sebagian orang yang tak "membaca bahasa tersirat" gubernur, hal itu jelas menyinggung. Masa adat dan tata cara nenek moyang dalam peumulia jamee yang menyambut tamu dengan tari Ranub Lampuan sudah turun temurun, disebut budaya terbelakang yang sejajar dengan negara Afrika. Blunder ini tentu bukan satu dua kali terjadi, pada saat debat pilkada, ucapan sang gubernur kepada Apa Karia, kandidat lainnya, "memang Apa Karia bisa apa? bikin anak saja tak bisa," kepada Apa Karia yang kebetulan tak memiliki anak, dan disiarkan langsung oleh televisi ke seluruh Indonesia, telah membuat saya menilai, orang ini memang harus lebih banyak diajarkan tatakrama, setidaknya selama setahun, di kutub utara.

Niat boleh baik, tapi komunikasinya itu lho....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun