54 tahun silam Pekan Olah Raga Nasional (PON) I diselenggarakan di kota Solo pada tanggal 8 September sampai dengan 12 September 1948. Pemicunya adalah tak dapat ikut sertanya Indonesia pada Olimpiade 1948 di London, karena Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) dan Komite Olimpiade Republik Indonesia belum diakui Komite Olimpiade internasonal (IOC), disamping jika ingin hadir atlet Indonesia harus menggunakan paspor Belanda, maklum Inggris belum mengakui keberadaan Republik Indonesia.
Sejak 1948 PON diselenggarakan setiap tahun dengan penyelenggara bergantian, setelah PON di Solo, PON berikutnya diselenggarakan diJakarta, Medan, Bandung, Makassar dan Surabaya.Setelah PON VI yang batal diadakan di Jakarta karena peristiwa G30S/PKI, PON VII yang sangat meriah diselenggarakan di Surabaya dan selanjutnya dengan pertimbangan (mungkin) penghematan uang Negara, PON VIII/1973 sampai dengan PON XIV/1996 diselenggarakan di Jakarta.PON XV – PON XVII kembali diselenggarakan secara bergiliran di kota-kota besar Indonesia, Surabaya, Palembang, Samarinda dan mulai 9 September sampai dengan 20 September 2012 di Pekanbaru-Bengkalis-Dumai.
Kalau kita perhatikan pada zaman Orde Baru semua PON diselenggarakan di Jakarta, kecuali PON VII di Surabaya.Sudah saya sebut bahwa alasannya kemungkinan adalah penghematan uang negara, bukankah jika dihitung dengan nilai uang sekarang penyelenggaraan PON akan makan biaya trilyunan Rupiah?Saya pikir dengan kondisi keuangan negara yang belum semakmur Jepang, bagaimana setelah PON di Banda Aceh nanti PON kembali ke Jakarta saja.
Manfaat PON diselenggarakan secara permanen atau semi permanen di Jakarta adalah :
- Sarana olahraga sudah tersedia lengkap di Jakarta dan sekitarnya, artinya semua sarana di Jabodetabek dan Bandung dapat dimanfaatkan untuk pertandingan PON.
- Biaya penyelenggaraan akan dapat dihemat, tak perlu membangun banyak gedung atau sarana olahraga untuk hampir setiap cabang olahraga.
- Kantor Menpora tetap dapat menganggarkan pembangunan sarana olahraga di luar Jakarta sesuai kebutuhan, pembangunan dilakukan secara selektif sesuai olahraga unggulan di daerah tersebut.
- Bagi atlet yang notabene Warga Negara Indonesia, berkumpul di Jakarta merupakan sebuah keuntungan, bukankah belum semua Warga Negara Indonesia pernah berkunjung ke Jakarta.Kunjungan mereka ke Jakarta mungkin menjadi inspirasibagi pembangunan di daerah.
Dalam keadaan perekonomian yang belum makmur benar, bisa saja kebijakan Pemerintah Orde Baru ditiru dengan modifikasi, alternatif lainnya:
- Bila Jakarta sebagai penyelenggara PON sepanjang masa sebuah kemustahilan, dapat juga diambil kompromi, misalnya dua PON di Jakarta diikuti dua PON di luar Jakarta, lalu kembali ke Jakarta dan seterusnya.
- Boleh juga memanfaatkan ketersediaan sarana olahraga di Surabaya, Palembang, Samarinda dan nantinya Pekanbaru, Bandung dan Banda Aceh. Penyelenggara PON adalah Jakarta dan salah satu kota di atas secara bergantian. Saat perekonomian negara sudah makmur kembali kita ratakan kesempatan menjadi penyelenggara ke kota-kota lain.