Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Santri

20 Agustus 2018   14:35 Diperbarui: 20 Agustus 2018   20:23 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di era persaingan politik kelompok C versus kelompok K di media sosial, topik apapun sepertinya menimbulkan pro kontra, mengundang debat, hehehe warbiasah!

Satu kali seorang tokoh partai memuji Cawapres Sandiaga Salahuddin Uno dengan sebutan 'santri era post Islamisme'. Apa artinya tak penting benar, yang jelas Sandi Uno dinilai termasuk golongan santri. Alasannya mungkin karena Cawapres termuda ini dikenal taat beribadah sesuai agamanya, yaitu Islam. Atau jangan-jangan karena nama tengahnya Salahuddin berasosiasi dengan nama pemuka Islam zaman dulu, Salahuddin Al Ayubi, yang perkasa dan gentleman?

Julukan santri ini kontan ramai jadi debat kusir bahkan dihujat di medsos, seorang netizen menulis "Main dong ke Jawa Timur, gudangnya pesantren dan santri". Lho kenapa? Santri itu adalah pelajar yang mondok di pesantren, kata netizen tersebut. Tegasnya kalau tak pernah belajar di pesantren tak berhak disebut santri.

Ada lagi yang menulis riwayat 'pendidikan pesantren' Sandi Uno dengan nada satire : SD PSKD, SMP Negeri di Jakarta, SMA Pangudiluhur, Wichita State University USA. Hahaha tentu penulisnya sebenarnya tak setuju istilah santri dilekatkan pada Sandi Uno, yang semasa kanak-kanak dan remaja bersekolah di sekolah swasta yang diselenggarakan Yayasan Kristen/Katolik PSKD dan Pangudiluhur. Padahal jika dilihat dari sudut lain, seorang Muslim yang bersekolah di sekolah Nasrani, pasti bukan orang 'radikal dan intoleran'.

Saya coba menjelaskan bahwa rakyat Jawa Barat ketika memilih calon pemimpin di daerahnya menerapkan falsafah : nyunda, nyantri, nyakola, nyantika. Nyantri di sini asal katanya santri, maksudnya calon pemimpin di Jawa Barat diharapkan taat beribadah sekalipun misalnya ia lulusan ITB bukan lulusan pesantren. Tetap definisi ini ditolak karena itu kan regional katanya, hehehe.

Dicoba ngilmiah sedikit, saya salin definisi santri menurut KBBI : "santri/san*tri/ n 1 orang yang mendalami agama Islam; 2 orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; orang yang saleh".

Definisi inipun dianggap belum meyakinkan. Keukeuh santri itu pelajar yang mondok atau pernah mondok di pesantren.

Akhirnya ketemu sebuah berita di SindoNews.com 21 Oktober 2017, yang mewartakan Hari Santri Nasional : "Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, santri tak sekadar orang-orang yang sedang atau pernah belajar di pondok pesantren (ponpes). Santri dimaknai lebih luas yakni setiap orang yang memiliki pemahaman dan pengalaman toleran, moderat, dan berakhlakul karimah, meski belum pernah masuk ponpes".

Setelah mengajukan argumen menurut Menteri Agama, silang pendapat mengenai definisi santri tampaknya selesai. Lha Menteri Agama yang ngomong masa ngga percaya. Hehehe.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun