Sumber Gambar : dendysekeluarga.blogspot.com
Sejak SD kita sudah mengetahui bahwa Indonesia adalah sebagai negara agraris dengan memiliki daratan yang masih luas, subur dan beriklim tropis berada di tengah zambrud khatulistiwa tapi bukan (jambul khatulistiwa). Sangat cocok sekali ditanam berbagai jenis tanaman pangan maka tak heran jika Koes Plus membuatkan lagu “ Bukan lautan hanya kolam susu itu”.
Membaca harian Kompas kemarin mengenai langkah BULOG yang telah menandatangani kerjasama dengan lima Negara eksportir beras seperti Vietnam, Kamboja, Thailand, India dan Myanmar. Kebijakan tersebut sih sah-sah saja sebagai antisipasi kekurangan, tapi untuk jangka panjang apakah harus terus melakukan impor berbagai komoditi dengan bea masuk rendah?
Kalau melihat kondisi seperti sekarang ini sepertinya julukan Indonesia sebagai Negara agraris patut dipertanyakan. Katanya, Indonesia adalah negara agraris, tapi sekarang sepertinya nasib petani membuat miris, lahan pertanian pun semain terkikis, lama kelamaan menjadi habis, dan bisa-bisa menjadi krisis pangan seperti yang telah diperingatkan oleh Bank Dunia.
Berdasarkan data BPS mencatat, Indonesia mengimpor sedikitnya 28 komoditi pangan mulai dari beras, jagung, kedelai, gandum,terigu, gula pasir, gula tebu, daging sapi, daging ayam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, telur,kelapa, kelapa sawit, lada, teh,kopi, cengkeh, kakao, cabai segar dingin, cabai kering tumbuk, cabai awet, tembakau dan bahkan singkong alias ubi kayu juga diimpor.
Kalau di era orde baru kita banga bisa sukses berswasembada pangan karena perhatian pemerintah pada saat itu benar-benar fokus pada sektor pertanian. Masih ingat acara KELOMPENCAPIR di TVRI dimana Pak Harto sering berinteraksi dengan para petani di desa. Namun sekarang Indonesia sebagai Negara agraris yang paling hobi mengimpor berbagai produk pangan.
Kenapa bisa terjadi seperti sekarang ini, ada beberapa faktor diantarnya para petani yang mengeluhkan kalau biaya untuk bercocok tanam dengan hasil yang di panen tidak sebanding, bahkan bisa terus merugi sehingga mereka cenderung lebih memilih opsi menjual lahannya dengan harga menurut mereka menguntungkan namun untuk jangka panjang justeru berpengaruh terhadap siklus perkembangan dan kehidupannya. Daripada menjadi seorang petani tapi terus hidup susah mending jual saja tanahnya. Terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi daerah sentra industri atau pemukiman bukan peristiwa yang aneh, di daerahku banyak juga contoh seperti ini.
Masalah ketahanan pangan sudah menjadi masalah buat kita semua, bukan hanya para petani dan pemerintah saja yang harus berperan, tapi kita pun harus turut serta berkontribusi menjaga produk-produk pangan dalam negeri supaya bisa tetap eksis. Dengan membeli produk lokal meskipun mahalan sedikit ya enggak apa hitung-hitung membantu kehidupan para petani kita, lagian masalah kwalitas produk dalam negeri rasanya sih menurutku lebih bagus di bandingkan dengan produk impor.
http://www.bisnis.com/articles/ketahanan-pangan-awas-krisis-pangan-mengintai-dunia
Nukasep3rut