Mohon tunggu...
Helmi Ismail
Helmi Ismail Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Penulis lepas berdomisili di Bandung, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan Kreativitas dan Potensi Kreatif

27 November 2021   14:02 Diperbarui: 27 November 2021   14:06 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rangkaian proses yang muncul dalam kinerja kreativitas terkadang memerlukan pentahapan dan penskemaan sehingga dapat dijalankan dengan baik. Selain memperhatikan permasalahan ragam pendekatan dalam proses kreasi yang ada, permasalahan gaya kreatif seseorangpun menjadi bagian penting untuk dipertimbangkan. Kauffman (2008:107) menyebutkan tujuh gaya kreativitas seseorang seperti; 

  • Mempercayai dorongan bawah sadar dalam proses kreasi yang dialami, mendapatkan inspirasi melalui dorongan alam bawah sadar yang tidak dapat dengan jelas diungkapkan.
  • Mempercayai teknik dan tahapan dalam proses kreasi, proses kreasi dilakukan dengan mengikuti pola, teknik, dan prosedur tertentu dengan merangkaikan berbagai ide yang telah familier.
  • Mempercayai interaksi social dalam proses kreasi, mengandalkan konsultasi dengan orang tertentu mengenai ragam ide, inspirasi, dan teknik pelaksanaan.
  • Memfokuskan diri pada target produk, proses kreasi dilakukan dengan memfokuskan diri pada tujuan tertentu atau hasil yang didapatkan melalui produk kreatif yang mereka hasilkan.
  • Mempercayai hal-hal yang terkesan mistis, membutuhkan bantuan benda-benda atau hal lain yang berkesan special sehingga membantu proses kreasi yang dilakukan.
  • Mempercayai pengaruh setting lingkungan, membutuhkan setting lingkungan khusus untuk menstimulasi proses kreasi yang dilakukan.
  • Mempercayai sensitivitas pengindraan sebagai stimulator yang baik, membutuhkan stimulasi pengindraan yang maksimal untuk melakukan proses kreasi.

Kesadaran akan ragam kecenderungan tersebut akan membantu kesesuaian proses kreasi yang dapat dilakukan seseorang. Terkadang seseorang membutuhkan perenungan mendalam untuk berkreasi dan terkadang ada juga seseorang yang membutuhkan skema terperinci dan terfragmentasi dalam menjalani proses kreasi. Seperti yang telah diketahui, pada dasarnya aktivasi kreativitas berkisar pada proses dinamisasi divergent thinking. Konsep yang dikembangkan oleh Guilford (Munandar, 2009: hlm. 166-167) memberikan landasan kuat pada upaya identifikasi kreativitas secara ilmiah. Ragam kemungkinan solusi (divergent thinking) dieksplorasi dalam waktu singkat dan terkadang memunculkan konektivitas yang tidak terduga berkaitan dengan masalah, melalui pola tersebut ragam kemungkinan solusi dan info dapat distrukturkan dan diorganisasikan untuk memecahkan masalah melalui proses berfikir konvergen. Namun, pandangan lain yang muncul dari perspektif confluence menyebutkan proses berfikir yang berbeda dimana pola konvergen selain dapat membantu penstrukturan berfikir, juga mengarahkan ragam solusi yang difokuskan untuk memecahkan masalah spesifik (Li, 2010:16-17). Secara keseluruhan terdapat tujuh jenis pendekatan yang menjadi alternatif perangkat yang dapat digunakan untuk membantu pengembangan kreativitas seperti; Mystical Approach, Pragmatic Approach, Psychodynamic Approach, Psychometric Approach, Cognitive Approach, Social-Personality, dan Confluence Approach. Dari beberapa jenis pendekatan tersebut biasanya yang paling banyak dikenal adalah pendekatan pragmatis, pendekatan psikometri, dan pendekatan konfluens. Pendekatan pragmatis biasa dikenal dengan ragam penerapan teknik berfikir kreatif untuk membantu seseorang dalam memecahkan masalah. Sedangkan pendekatan konfluens banyak dikenal mendasari kajiannya seperti dalam teori Amabile tentang kreativitas. Sementara pendekatan psikometri biasa dikenal dengan bentuk test kreativitas yang dinamakan TTCT baik itu dalam bentuk tes verbal ataupun figural.

C. Kreativitas dan Potensi Kreatif

Ragam pendekatan yang telah disebutkan sebelumnya terkadang memberikan kebingungan tentang definisi umum akan kreativitas karen imaji kajiannya. Hal tersebut juga kemudian sering membuat kita salah mengartikan antara kreativitas dan berfikir kreatif. Definisi kreativitas seperti yang banyak dikenal mengambil landasan berfikir dari teori amabile yang merupakan hasil penggabungan antara domain skill, berfikir kreatif, dan motivasi. Sedangkan kalau dikaitkan dengan kajian yang umumnya dikenal dalam pendekatan psikometri, yang biasanya diukur adalah kemampuan berfikir kreatif seseorang. Ini merupakan hal yang berbeda yang kemudian mendefinisikan bahwa berfikir kreatif bukanlah kreativitas yang sesungguhnya, melainkan hanya potensi seseorang untuk kreatif.

Berkaitan dengan ragam kajian kreativitas terutama dalam lingkup pendidikn yang masih awal seperti PAUD, Carroline Sharp (2011) juga menyebutkan dengan mengutip pendapat Runco (1990; Sharp, 2011), bahwa teknik penilaian berdasarkan teori Guilford yang telah dimodifikasi seperti TTCT, saat diterapkan pada lingkup PAUD hanya akan relevan sebagai cara untuk memprediksi kemampuan kreatif saja, bukan untuk membuat judgment. Hal yang sama juga disebutkan oleh John Baer (2011) yang malah mempertanyakan relevansi TTCT di abad 21 dan menganggap test divergent thinking cenderung menyesatkan.  Dalam tulisan yang berjudul "How Divergent Thinking Tests Mislead Us: Are the Torrance Tests Still Relevant in the 21st Century? The Division 10 Debate". Baer mempertanyakan validitas test Torrance yang dilakukan dalam mengukur kreativitas dan menganggapnya hal tersebut tidak mengukur hal yang secara signifikan berkaitan dengan kreativitas.

Berdasarkan pada beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kreativitas memiliki bentuk yang berbeda antara kreativitas yang sebenarnya dan kreativitas yang masih berbentuk potensi. Kreativitas dalam bentuk potensi seperti yang telah disebutkan, biasanya diukur dengan menggunakan tes psikometri yang dapat berbentuk TTCT. Namun, kalau dikaitkan dengan kreativitas yang sesungguhnya, TTCT yang hanya mengukur kemampuan berfikir kreatif tidak akan dapat diterapkan. Seperti dalam teori komponensial dari Amablile, kreativitas merupakan hasil gabungan yang tercipta dari proses kreasi yang berada pada lingkaran Creativity-relevant proceses, yang kemudian disuport oleh keterampilan yang relevan, dan dikerjakan terus-menerus dengan motivasi yang baik yang juga berkaitan dengan unsur pendorong dalam lingkungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun