Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Beginilah Kalau Punya Pikiran Ngalor-ngidul

25 April 2021   09:45 Diperbarui: 1 Mei 2021   13:47 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi obrolan di meja makan. (sumber: pixabay.com/angelladagenhart0)

Akhirnya beliau sedikit emosi dan menyuruh saya diam. Semua yang diciptakan Tuhan sempurna, begitu penjelasan bu guru. Di lain waktu kalau saya bertanya, diladenin belakangan. Daripada merusak suasana kelas. He he he.

Nah, saat naik ke kelas berikutnya, saya mempelajari tentang dunia hewan dan tumbuhan. Untung guru IPA-nya bukan guru sebelumnya. Kalau guru yang sama, mungkin bu guru sudah malas duluan mengajar di kelas saya. Di sini, saya nanya lagi. Kok burung dan ikan bisa berwarna warni? Awalnya kan cuma dari telur. 

Source: schools.firstnews.co.uk
Source: schools.firstnews.co.uk

Warna-warnanya nempel di mana? Ha ha ha. Maklum, waktu itu kan belum belajar kromosom, DNA, dsb. Terus, misalkan burung atau ikan sama-sama ada warna birunya. Apakah zat warna birunya jenisnya sama atau berbeda?

Bagaimana dengan bunga, apakah zat warna pada bunga sama dengan zat warna pada burung atau ikan? Waduh, bu guru pun bingung. "Kita selesaikan bab ini dulu ya, biar bukunya bisa selesai dipelajari sebelum ujian akhir", Begitu respon guru saya.

Memasuki SMP, pikiran ngalor ngidul saya ini bukannya berhenti atau paling tidak berkurang, eh malah menjadi-jadi. Saat belajar siklus hidrologi, di mana air dari bumi menguap ke atmosfer, lalu terkondensasi dan turunlah hujan atau salju. Nah, kalau hujan kan biasa kita alami di Indonesia. Kalau salju bagaimana? 

Kan musim salju itu waktunya tertentu. Apa gak berat tuh awan nampung uap air selama 9 bulan sebelum turun salju? Atau memang awan di daerah 4 musim ada khusus semacam "gudang salju"? Ha ha ha. Waduh, terpaksa pak guru berpikir keras. Saya lupa apa penjelasan beliau waktu itu.

Kalau waktu SD, saya banyak bertanya tentang IPA, di SMP pikiran ngalor ngidul ini juga merambah ke bahasa Indonesia. Benar-benar kurang kerjaan. Saat mempelajari tentang sastra Indonesia, pak guru menjelaskan tentang angkatan sastra Indonesia. 

Saya lupa klasifikasinya seperti apa. Bagi yang berniat mencari tahu, bisa googling dulu. He he he. Untuk tiap angkatan sastra, setiap murid ditugaskan membuat resensi dari sebuah karya sastra dan hasilnya dibacakan di depan kelas. Murid-murid dibebaskan memilih judul karya sastra yang ingin dipelajari. 

Terus terang, saya senang diberi tugas ini. Di sinilah saya menemukan kecintaan saya dengan dunia sastra. Dan muncul kekaguman dengan para sastrawan/wati yang dengan keterbatasan pendidikan dan fasilitas, dapat menghasilkan karya yang menurut saya everlasting. Tapi ada satu hal yang membuat saya kesulitan untuk menikmati karya sastra tempoe doloe, bahasanya sulit dipahami.

Dan menurut saya waktu itu, terlalu ribet diucapkan dalam percakapan sehari-hari. Saya nanya lagi ke pak guru, "Pak, memangnya orang dulu kalau ngomong mesti kalimatnya ribet kayak gini ya?" Mungkin dalam hati guru saya, "Mana ketehe, wong saya juga belum lahir waktu itu" Ha ha ha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun