Dan memang prediksi saya pun terjadi. Ember itu meleleh dan minyak pun tumpah ke lantai. Untungnya si penjual tidak terkena minyak panas. Saya pikir dengan kejadian seperti itu, si Satpol PP akan sedikit melunak.
Ternyata tidak. Akhirnya dengan langkah lunglai, si penjual dan karyawannya mengangkat kompor dan wajan ke gerobak dorong. Dan gerobak dorong pun ikut diangkut ke truk.
Terus terang saya merasa sedih. Saya pikir kalaupun memang tidak boleh berjualan di saat bulan puasa, mungkin bisa dibicarakan baik-baik dengan si penjual. Toh si penjual dan karyawannya terlihat cukup kooperatif. Tidak perlu mereka didorong-dorong seperti itu. Mungkin mereka bisa diberi waktu sejenak membereskan barang dagangannya.
Karena meja-meja dan kursi-kursi juga akan diboyong ke truk, mau tak mau kami harus segera keluar dari warung. Suasana sudah tidak nyaman.Â
Kami pun bergegas membayar makanan kami. Si penjual masih tampak linglung. Akhirnya saya menghitung total yang harus kami bayar. Saya tidak tahu apakah pembeli lain tetap membayar makannya atau tidak karena memang kondisi serba terburu-buru.Â
Setelah membayar, kami keluar dari warung dan berjalan kaki menuju rumah teman kami. Sepanjang perjalanan, kami hanya diam. Kami sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing.Â
Ini pengalaman pertama kami digerebek Satpol PP. Jadi masih cukup shock. Mudah-mudahan sekarang pendekatan yang dilakukan Satpol PP lebih manusiawi. Walau bagaimanapun, kita sama-sama manusia, sama-sama cari makan.