Mohon tunggu...
Heidi Pah
Heidi Pah Mohon Tunggu... Jurnalis - -

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Jaksel, Tetikus, dan Barang-barang Keren yang Bukan Buatan Indonesia

28 Oktober 2018   18:40 Diperbarui: 28 Oktober 2018   18:56 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sebenernya aku agak telat, tapi akhir-akhir ini mulai marak istilah "bahasa Jaksel", gaya bicara anak muda yang mencampurkan bahasa Inggris dan Indonesia yang konon katanya asalnya dari Jakarta Selatan (meskipun kayanya merata di seluruh Jakarta dan sekitarnya sih). Aku juga ngga tahu, kenapa istilah bahasa Jaksel ini baru beken akhir-akhir ini, padahal bukannya anak-anak Jakarta dari dulu ngomongnya gitu ya? Anyway. 

Alasan aku kesini bukan exactly ngomongin itu sih. Tapi karena aku bingung sama orang-orang yang memandang bahasa Jaksel dengan sebelah mata -- katanya bikin anak muda Indonesia ngga fasih bahasa Indonesia, cenderung memilih bahasa Inggris daripada Indonesia, ngga mencintai bahasa Indonesia, bahkan ngga melestarikan budaya Indonesia.

Aku bukan mau persuasi sih, everyone is entitled to their own opinion, dan aku bukan juga ahli bahasa, cuma bocah kebosanan yang pengen cari kerjaan. Tapi, pas liat opini-opini kaya gini, aku cuma bisa mikir, lah bukannya bahasa dan budaya Indonesia itu berkembang dari pengaruh asing, ya?

Mau ngga mau, kita harus mengakui kalo Belanda membuat bangsa kita berkembang secara cepet banget. Tanpa penjajahan mereka, mungkin baru 20 tahun yang lalu kita tahu es krim, kereta api, dan entah apa lagi. Sekarang pun, kalo kita mau ngembangin kota-kota di Indonesia jadi kota modern, kita selalu lihat ke negara modern di luar sana -- selama kita ngikutin apa yang mereka lakuin, dijamin kita bergerak menjadi negara modern. 

Semua perkembangan ini pasti butuh bahasa, dong. Toh bahasa dipakai dimana-mana. Kalo nunggu ada istilah bahasa Indonesianya dulu, engga berkembang-berkembang, cuy.

Kita itu, terutama sebagai bangsa yang ego bahasanya rendah, ngga peduli sama apakah nama barang itu bahasa Indonesia ato engga. Selama suatu barang ada namanya, that's it. 

Misalnya, "Mouse" kita sebut "mouse" karena, ya, kita tahunya begitu. Istilah "tetikus" telat banget munculnya, kayanya baru muncul saat tiga perempat dari pengguna mouse udah pindah ke trackpad. (Nah loh, bahasa Indonesianya trackpad apa? Bingung kan?) Kalo bahasa Indonesia mau lestari, sebenernya dari sebelum si mouse itu masuk ke Indonesia, bahasa Indonesia udah harus kasi istilah "tetikus" dulu terus tunjukin di kelas, bilang "ini barang namanya 'tetikus', adanya di luar negeri, nanti mungkin lima tahun lagi kamu bisa liat di Indonesia". 

Tapi kan nyatanya ngga bisa gitu, toh globalisasi bikin kita bisa tau barang-barang keren dari luar negeri jauh sebelum pemerintah ngeluarin daftar istilah barang-barang keren. Intinya, karena kita bukan pembuat sebagian besar barang keren apapun, kita ngga bisa maksain istilah kita buat barang-barang itu.

Dan itu ngga masalah. Bahasa Indonesia bakal tetep ada, kok. Percaya deh. Buat yang kelabakan, ya maksudnya itu kalo kalian mau ngomong bahasa Indonesia murni, mulai sekarang kalian ngga bisa ngomong kalian mau ke WC gara-gara sakit perut abis makan coklat sama bakmi, terus stres di toilet soalnya mikirin tugas esai yang harus dikumpul ke dosen besok pagi. 

Kebanyakan kata-kata di kalimat aku sebelumnya itu kata serapan, yang dahulu kala bukan bahasa Indonesia. Sekarang kata-kata itu udah masuk dalam bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia baik-baik aja, kan? Kalo kita mau melestarikan penggunaan bahasa Indonesia, sebenernya bahasa Indonesia yang kaya gimana yang mau kita pertahanin? Bahasa Indonesia yang udah kepengaruh dari luar? Sama aja, dong. 

Tenang aja, se-mendunia apapun bangsa ini, bakal selalu ada budaya dan dinamika yang berbeda yang membuat bahasa Indonesia bakal tetap ada. Bentuknya pasti berubah. Daftar kata di bahasa Indonesia pasti berubah. Budaya Indonesia pasti berubah. "Bahasa persatuan, bahasa Indonesia" udah bukan bahasa Indonesia yang sama seperti yang dimaksud Mohammad Yamin waktu merumuskan Sumpah Pemuda dulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun