Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemuda Jangan Jadi Provokator

7 Juli 2020   10:50 Diperbarui: 7 Juli 2020   10:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkan anda melihat secara langsung atau melalui youtube,  proses wisuda sarjana di sebuah perguruan tinggi. Dalam tayangan atau proses wisuda itu kita melihat berbagai macam orang dengan berbagai karakter dan latar belakang menempuh pendidikan di universitas tersebut.

Jika universitas itu terletak di sebuah kota kecil maka anak didiknya tidak hanya berasal dari kota itu saja, tetapi juga mungkin berasal dari kota-kota sekitar. Bahkan mungkin juga berasal dari luar provisi, atau malah berasal dari Jakarta. JIka universitas tersebut terletak di ibukota provinsi, maka cakupan anak didiknya lebih luas lagi, mencakup kota-kota yang ada di provinsi tersebut atau malah Jakarta atau beberapa kota besar di tanah air. Tak heran universitas besar dan favorit dan terletak di ibukota provinsi dan ibukota negara, latar belakang anak didiknya beragam.

Contoh nyata adalah universitas besar seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, IPB di Bogor, UGM di Yogyakarta, USU di Medan, Unair di Surabaya, Unud di Denpasar sampai Unhas di Makkasar. Para mahasiswanya tidak saja terdiri dari satu suku bangsa, semisal tidak Jawa saja di UGM, tapi juga orang Batak, Makassar, Orang Bali dll. Begitu juga yang berkuliah di Unud tidak hanya berasal dari Bali saja, tapi bisa juga dari Jakarta, Jawa Timur dan beberapa provinsi di Indonesia. Di ITB, IPB dan UI, bahkan sering disebut sebagai miniature Indonesia, karena yang mengajar dan sedang studi disana nyaris dari seluruh Indonesia sampai-sampai mereka layak disebut miniature Indonesia.

Apa makna dari keragaman di berbagai universitas itu? Maknanya adalah cara berfikir para mahasiswanya diyakini lebih terbuka, menyerap banyak hal positif dari berbagai unsure dan bersosialisasi dengan 'yang berbeda' baik berbeda suku, agama, warna kulit maupun bahasa. Kondisi itu akan mempermudah proses adaptasi dengan banyak pihak saat mereka terjun ke masyarakat. Mereka juga diharapkan menyebarkan keterbukaan cara pandang itu kepada masyarakat.

Kita tahu masyarakat sering kehilangan arah untuk melihat keberagaman ini karena banyaknya sumber (source) data yang mereka dapat dengan  mudah. Ya, internet memberika kemudahan mendapat informasi, sekaligus sering membuat bingun masyarakat karena tidak mendapat panduan layak untuk melihat keragaman. Mereka sering terprovokasi dan mengarah ke hal radikal karena tak punya panduan layak dari para tokoh Atau malah para tokoh itu yang kerap menyebabkan masyarakat kita terbelah.

Padahal Pancasila yang sudah disepakati dengan jelas menegaskan bahwa wajah Indonesia adalah plural dan sepakat untuk bersatu dalam wadah negara kesatuan Indonesia. Menjadi satu warna adalah hal mustahil dan dapat memecah belah bangsa. Bangsa kita yang semula besar dan kaya bisa jadi kerdil karena memaksa atau terprovokasi  untuk menjadi satu warna itu.

Karena itu nikmati dan bersyukurlah atas perbedaan yang kita miliki. Sebuah universitas mungkin juga harus bersyukur karena punya banyak mahasiswa dengan latar berbeda danmerekalah yang harus jadi pemandu bagi pemahaman soal keragaman kita, jangan malah memprovokasinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun