Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Masih Adakah Cinta (12)

26 Januari 2018   03:07 Diperbarui: 26 Januari 2018   04:12 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.aconsciousrethink.com

Cerita sebelumnya         

Aku mulai merasakan kebosanan yang begitu kuat. Kadang aku menangis sendiri saat malam tiba. Agak terhibur saat bi Narti masuk membawakan makanan. Aku bisa ngobrol dengannya walau tak lama. Entah mengapa bi Narti tak mau menemaniku , ada saja alasannya. Aku tak memaksanya. Aku gak mau menambah beban pikiran bi Narti.  Hari ini tampak Tara datang dan masih menanyakan kesanggupan aku menjadi pacarnya. Aku tetap menggelengkan kepala.

"Oh, ya kalau kamu menolak terus aku. Kamu tahu gimana mama. Kamu gak akan selamat,"ancamnya. Aku sudah gak mempan dengan ancamannya. Selama aku di sini aku mulai sedikit tahu sifat  Tara. Tara itu cowok pengecut. Dia tak akan berani melakukan apa yang dia ancamkan padaku. Aku tahu , dia terbiasa didikte oleh tante Ina. Aku lihat tante Ina begitu dominan. Menurut teori bila wanita lebih dominan dan haus kekuasaan , itu artinya menjadi kesempatan bagi suaminya untuk korupsi atau apalah. Yang jelas mereka akan meraup banyak uang dengan cara licik asalkan permintaan istrinya bisa dikabulkan. Jadi aku membayangkan mungkin saja ayahnya Tara satu tipe dengan Tara. Mungkin. Malam itu saat bi Narti membawakan makan malamku, bi Narti tidak segera keluar kamar tapi menemaniku makan. Aku tersenyum padanya.

"Makasih bibi mau menemaniku. Aku kesepian,"tukasku.

"Tara sudah pulang? " Bi Narti mengangguk pelan. Aku melihatnya agak sedikit gelisah. Sedikit ragu-ragu dia menanyakan apakah aku kenal dengan cowok yang namanya Galih. Aku menyetop menyuapkan makanan ke mulutku. Hampir saja tersedak karena kaget.

"Galih?bibi tahu Galih? Tahu darimana?" Bi Narti tiba-tiba terdiam dan mengintip keluar jendela. Aku mengikuti arah matanya. Tak ada siapa-siap di luar. Gelap. Hanya lampu taman dan lampu yang ada di gerbang.

"Dia ada di mana sekarang?" aku mengguncang bahu bi Narti keras. Wajah bi Narti pucat sesaat dan aku melihat mimik mukanya yang tampak lucu. Tanpa sengaja aku tertawa.

"Ih, non Karin malah tertawa,"tukasnya sambil membetulkan letak duduknya. Bi Narti menceritakan saat Tara tadi pulang , bibi melihat ada cowok yang datang . Cowok itu menyebut dirinya Galih . Galih bilang dia kemari karena mengikuti mobil Tara. Galih bilang pada bibi kalau esok sore mau kemari lagi menjemput non Karin.

"Galih bilang, non Karin harus siap-siap. Dia akan membawa non Karin setelah Tara pulang." Bi Narti terdiam. Aku temangu. Galih kok bisa tahu aku di sini? Bagaimana dia bisa tahu kalau Tara yang membawaku????.

"Tapi nanti gimana kalau Tara marah? Bibi nanti gimana?" tanyaku. Bi Narti tertunduk . Bi Narti mengangkat bahunya. Bi Narti bilang dia sudah memberitahu suaminya kalau mau membantuku kabur dari sini. Bi Narti merasa dirinya bersalah. Perasaan bersalahnya kadang membuatnya sering tak bisa tidur.

"Bibi , jadi gak tenang non. Malam seringkali terbangun karean mimpi buruk. Apalagi tadi malam bibi mimpi ditangkap polisi karena sekongkol dengan tuan,"tukasnya perlahan. Aku menyentuh pundaknya dan mengatakan padanya kelak bi Narti dan suaminya bisa kerja di rumahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun