Mohon tunggu...
Hasanudin SubuhAhmad
Hasanudin SubuhAhmad Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemuda Desa

Pejuang Literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Pendidikan Sebagai Praktik Pembebasan

23 Maret 2020   04:19 Diperbarui: 23 Maret 2020   04:15 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang kita ketauhi bahwa pendidikan adalah perilaku cinta kasih dan tekad yang berani dalam diri manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Sehingga apa yang menjadi isolasi penjajahan di dalam diri tidak terus menindas, maka kita di tuntut untuk keluar dari penjajahan buta huruf ini melalui pendidikan.

Berfikir adalah salah satu usaha dialektis manusia yang ingin mengetahui suatu bentuk pemahaman intelektual secara absolut, tetapi hal itu di pastikan dalam dirinya untuk membentuk suatu konsep pemahaman secara realitas, agar apa yang menjadi suatu keharusan dan suatu kebebasan itu bisa terlaksana dengan sebaik mungkin.

Di sini saya akan sedikit mengulik secara kritis perihal pendidikan di daerah saya yaitu Desa Wolwal, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor. Sepertinya ada sesuatu yang unik dalam desa tersebut. Dari analisis sosial saya, dapat di lihat bahwa Desa Wolwal memiliki generasi yang luar biasa potensial dalam bidang pendidikan, namun potensi generasi muda desa Wolwal selalu terhalangi dengan berbagai macam tantangan dalam mencapai dunia pendidikan itu sendiri. Contoh yang paling umum adalah persoalan keadaan ekonomi masyarakat di sana. Namun di sini saya tidak akan berbicara persoalan itu, yang ingin saya ulik adalah persoalan adat istiadat masyarakat di sana yang jauh dari nilai luhur yang inheren dengan budaya masyarakat wolwal. Harusnya para pemuda atau stakeholder di sana yang sudah terdidik secara intelektual bisa menjaga dan mempertahankan adat istiadat yang luhur itu. Namun secara realitas pemuda dan para stakeholder itu tidak memainkan peran dalam merawat budaya yang luhur malah terjebak dalam arus westernisasi. Salah satu contoh kecil adalah pesta joget-jogetan yang sering di lakukan oleh masyarakat, sehingga mereka lupa pada adat istiadat desa wolwal. Harusnya sebagai orang yang terdidik mereka bisa memainkan peran dalam mendorong masyarakat untuk fokus pada pembangunan dan pengembangan desa melalui pendidikan. Saya memahami bahwa memang adat istiadat adalah satu bentuk keharusan dari sejarah nenek moyang kita, tetapi para pemuda dan stakeholder itu malah tidak melakukan edukasi ke masyarakat akan pentingnya mencintai budaya sendiri. Apakah hal ini akan terus kita biarkan ? Saya rasa tidak ! karena peran kaum intelektual yang sudah terdidik secara pikiran dan perbuatan harus melakukan suatu upaya penyadaran kritis ke masyarakat akan pentingnya mencintai nilai-nilai luhur yang identik dengan budaya kita. Peran para pemangku jabatan dan mahasiswa di desa Wolwal perlu di gugat dan di pertanyakan ? sudah sejauh mana upaya mereka dalam mendidik masyarakat menuju pemahaman yang maju. Perlu diingat bahwa tujuan pendidikan adalah mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauaan, dan memperhalus perasaan. Pendidikan di Desa Wolwal belum terwadahi secara menyeluruh, apa yang menjadi kemanusiaan bagi bangsa maupun negara itu sendiri selalu di hindari, mereka selalu mengutamakan hal yang tidak memanusiakan manusia itu sendiri. Pendidikan dijadikan ajang politisi ( Gaya Bank ) sampai kapan Desa Wolwal mau seperti ini ? coba kita berkaca kembali dalam benak pikiran kita secara kritis, saya rasa semua akan memahami apa yang menjadi tugas kita sebagai kaum terdidik dalam mencerdaskan generasi kita kedepannya, itulah yang menjadi keinginan Desa ataupun bangsa kita itu sendiri, bahkan negara.

Saya pun menyadari bahwa pendidikan bukanlah proses mukjizat yang dengan sendirinya akan mampu membawa suatu bangsa berubah dari suatu waktu ke waktu dalam menuju peradaban yang maju. Memang benar bahwa pendidikan dari dirinya sendiri tak dapat berbuat apa-apa, karena kenyataan dari dirinya sendiri yaitu sekedar ditempelkan pada Konteksnya, meniadakan kekuatan selaku instrumen perubahan. Jadi tidak mungkin kita melihat pendidikan sebagai nilai absolut, atau sekolah sebagai lembaga yang tak terkoneksi. Makanya perlu peran pemuda dan para stakeholder di desa Wolwal untuk mencapai peradaban yang maju, karena pendidikan formal hanya mengajarkan pembelajaran yang tidak kompatibel dengan apa yang di butuhkan desa kita.

Saya mengutip tulisan dari Jacques Maritain seorang filsuf Katolik Prancis bahwa " Binatang adalah spesialis, dan seluruh kekuatan spesialis yang sempurna untuk tahu terpusat hanya pada satu tugas tunggal yang harus di kerjakan, maka dapatlah kita simpulkan bahwa program pendidikan yang hanya bertujuan mendidik para spesialis semakin sempurna dalam bidang yang semakin terspesialis, sehingga tidak mengetahui apa-apa di luar keahlian spesialis mereka, sungguh-sungguh akan merupakan pembinatangan ( Animalisasi ) atas pikiran dan kehidupan manusia.

Akhir dari tulisan ini saya ingin tegaskan bahwa untuk membentuk pola pikir masyarakat dalam memahami pendidikan itu sendiri adalah membiasakan mereka mengenal kemampuan mereka sendiri untuk menumbuhkan kelembagaan demokrasi yang benar, pengenalan itu dilakukan dengan membiasakan mereka kepada praktik kebebasan melalui pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun