Mohon tunggu...
Hasan Ismail
Hasan Ismail Mohon Tunggu... Insinyur - Pribadi yang masih haus ilmu, jadi masih terus belajar dan mengaji

Ayo terus bermujahadah :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Antara UU Omnibus Law dan Penggunaan Otomasi pada Industri

28 Oktober 2020   23:28 Diperbarui: 29 Oktober 2020   19:40 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah riuh-rendahnya aksi demo penolakan UU Omnibus Law (OL), ada baiknya sedikit kita berpaling pada situasi dan tantangan riil lain yang saat ini perlu menjadi perhatian bersama, yakni perkembangan kendaraan otonom (autonomous vehicles/AVs) dan otomasi permesinan.

Dengan perkembangan teknologi terkhusus pada unmanned/driveless/autonomous vehicle (AVs) dan teknologi otomasi yang saat ini telah nyata terjadi, hal ini bakal menjadi tantangan tersendiri terutama dalam bidang sumberdaya manusia (SDM) dan ketenagakerjaan. Dimana dampak dari penggunakan AVs ini banyak bidang pekerjaan yang memanfaatkan tenaga manusia pada saat ini sudah sangat bisa digantikan dengan mesin. Yang mana aplikasi AVs memberikan jaminan kelebihan dan keuntungan yang jauh lebih tinggi bagi Industri dan pengusaha.  Seperti misalnya dapat mengurangi kerusakan/cacat produk, mengurangi kerusakan fasilitas karena unsur kelalaian manusia (human error) yang tinggi, efisiensi yang tinggi terutama pada jenis pekerjaan yang berulang (repetitive process) yang diperkirakan terjadi peningkatan sebesar 70% dibandingkan tenaga manusia, peningkatan safety level, peningkatan alur kerja yang lebih fleksibel, Return of Investment (ROI) yang jauh lebih cepat, dan lain-lain.

Dimana pada saat yang sama, saat ini pengusaha juga terus dipusingkan dengan situasi dan dinamika perburuhan; lebih dari 65% cost (terutama untuk gudang/storage) digunakan untuk membayar upah tenaga kerja yang tiap tahun naik di kisaran 3%; pergantian tenaga kerja yang keluar masuk rata-rata 36-42% yang artinya perlu extra cost untuk training dan pelatihan bagi pekerja baru, dan permasalahan lain.

Jadi bisa dibayangkan jika kemudian pengusaha lebih memilih menggunakan tenaga-tenaga robot untuk menggantikan tenaga kerja manusia karena enggan ribet dan pusing karena masalah perburuhan. Ini tentu akan menjadi tantangan dan permasalahan tersendiri yang patut menjadi perhatian semua pihak. Tentu para investor dan pengusaha menginginkan situasi yang ramah dan nyaman untuk investasi, dan mereka tentu tidak mau rugi dengan memilih tempat, daerah, atau negara yang jauh lebih kondusif untuk keberlangsungan usaha dan investasi mereka.  

Saya yakin Pemerintah telah memikirkan dan berusaha agar bagaimana sekitar 15 juta orang menganggur yang ada saat ini yang juga meningkat karena penurunan ekonomi sebagai akbiat wabah Covid-19 dan terus meningkat setiap tahunnya bisa mendapatkan pekerjaan. Pemerintah juga melakukan negosiasi-negosiasi dengan para pengusaha agar mereka mau berinvestasi dan membuka usaha di Indonesia dengan memperbanyak penggunaan tenaga kerja manusia (padat karya) guna menyerap tenaga kerja.

Berbagai ulasan berita menyampaikan bahwa RI menjadi tempat favorit bagi investor, namun pada akhirnya mereka banyak yang batal masuk ke Indonesia dan lebih memilih ke negara-negala lain, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Mengapa ini terjadi? Selain karena negara-negara tersebut mampu memberikan tawaran yang jauh lebih menarik dan menggiurkan bagi investor, faktor lain yang juga menjadi penghambat adalah karena adanya peraturan-peraturan tentang investasi di RI yang ribet dan tumpang tindih yang pada akhirnya juga memunculkan berbagai persoalan lain, seperti inefisiensi birokrasi, layanan yang berbelit dan lambat, serta memberikan peluang munculnya praktik-praktik korupsi. Jika simpul utama ini tidak segera diurai dan diputus, maka permasalahan pengangguran akan semakin nyata. Apalagi ditambah dengan adanya limpahan bonus demografi saat ini yang mana semuanya pasti membutuhkan kerja, tentu penyiapan lapangan pekerjaan harus dilakukan sedini mungkin.  

Maka dari itu, selain penting sekali terus dilakukannya program-program peningkatan SDM Indonesia melalui pelatihan dan training terutama dalam penguasaan di bidang IPTEK, saya pikir UU OL adalah sebuah terobosan besar terlepas dari pro dan kontra. Mudah-mudahan bagi yang kontra bisa memberikan argument yang tepat dan benar, bukan hanya asal menolak semata yang bisa jadi justru membiaskan tujuan untuk kemaslahatan yang jauh lebih besar. Juga bukan hanya bertujuan agar terlihat "keren" dan seakan-akan terlihat memperjuangkan kepentingan "wong cilik". Apalagi sampai harus didramatisir dengan melakukan tindakan anarki. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun