Mohon tunggu...
Hasan Ismail
Hasan Ismail Mohon Tunggu... Insinyur - Pribadi yang masih haus ilmu, jadi masih terus belajar dan mengaji

Ayo terus bermujahadah :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Narasi Kebencian?

11 Agustus 2020   13:24 Diperbarui: 11 Agustus 2020   13:45 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kondisi dan tingkatan tertentu, dorongan amarah dapat membuat manusia bisa bangkit. Namun jika kadar amarah semakin meningkat, aktualisasi amarah dapat berupa tindakan mengancam dengan gerakan; dan kemudian secara opsional bahkan sampai dengan menyerang.

Kemarahan memberi energi pada perilaku agresif dan bersifat protektif sekaligus destruktif. Ketika upaya-upaya negosiasi dan diplomasi yang ditujukan untuk meredam konflik melalui "penyerahan amarah" (anger submission) gagal karena kemarahan yang meningkat dan tidak terkendali, maka perkelahian dan pertempuran tidak akan dapat terelakkan. 

Dimana perkelahian dan pertempuran (fight and war) cenderung memiliki "aturan" tersendiri yang seringkali mengesampingkan rasionalitas dan peri kemanusiaan.

Kemarahan adalah pusaran emosi yang berenergi tinggi yang bahkan mampu untuk mengalahkan kontrol dan bahkan mampu meruntuhkan hambatan-hambatan. 

Kemarahan bersifat: fisik, periodenya singkat, kasar, dan merusak (destructive). Manusia yang mengamuk karena diliputi amarah/kemarahan dapat menghancurkan harta benda, dan bahkan dapat melukai maupun menghilangkan jiwa orang lain.

Kemarahan dihasilkan oleh aktivasi maksimal sistem pertahanan dan pertarungan, detak jantung dan pernafasan akan meningkat cepat, tekanan darah meningkat tinggi, mata kemerahan dan terjadi hipertonisitas semua otot-otot rangka. 

Kekuatan otot maksimal dapat dicapai dalam amarah, dan tampilan energi destruktif yang menakjubkan adalah karakteristik serangan amarah. Itulah mengapa dalam setiap pertempuran di medan perang biasanya diawali dengan pidato dari para pimpinan untuk mengobarkan amarah dari para prajuritnya. 

Pada perkembangannya kemudian banyak pihak yang memanfaatkan sifat bawaan lahir dari manusia berupa emosi ini untuk tujuan tertentu. Tidak jarang pihak-pihak tertentu membawa dan mengangkat isu-isu tertentu untuk mengaduk-aduk emosi sebagian besar masyarakat yang pada tujuannya adalah untuk menggugah kemarahan mereka.

Yang tentu saja kemarahan ini kemudian dieksploitasi untuk mendukung pencapaian tujuan mereka. Sentimen kebencian yang ditujukan untuk menyulut, membangkitkan, memantik dan membakar kemarahan atas nama dendam pribadi, golongan, agama, ras, suku bahkan sentimen anti-pemerintah kerap dimunculkan dengan mengangkat dan menyebarkan berbagai macam isu dan propaganda yang tidak jarang hanya berisi kebohongan, fitnah dan kutipan-kutipan yang di luar konteks. 

Tentu agar tujuan mereka dapat tercapai dengan memanfaatkan kemarahan yang pada akhirnya cenderung bersifat negatif dan destruktif/merusak yang tumbuh pada diri setiap orang yang berhasil dipantik dengan menggunakan berbagai isu dan narasi yang tidak tepat dan tidak benar.

Maka dengan merefleksi kembali sejarah perjuangan kemerdekaan, tentu kemarahan-kemarahan yang saat ini sengaja diciptakan untuk adu domba sesama anak bangsa & membuat sesama anak Bangsa saling bertikai, bermusuhan dan bahkan tidak segan saling adu fisik dan saling menyakiti, seyogyanya dapat diredam dan dihindari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun