Mohon tunggu...
Hasan Buche
Hasan Buche Mohon Tunggu... Guru - Diam Bukan Pilihan

Selama takdiam jalan akan ditemukan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekuasaan Ingin Langgeng, Jadikan Rakyat Miskin dan Bodoh Selamanya

7 Oktober 2020   15:58 Diperbarui: 7 Oktober 2020   19:10 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: buletinmitsal.com

Catatan Hasan Buche

Lebih kurang 350 tahun bangsa Indonesia berada dalam kungkungan kemiskinan dan kebodohan yang didesain oleh VOC (baca: Belanda). Selama itu pula bangsa ini mengalami penderitaan yang luar biasa, tidak ada habisnya. Kondisi demikian bukan tanpa sengaja. Adalah VOC yang punya gawe. Mereka sengaja merancang, mendesain, merekayasa agar bangsa pribumi yang mereka sebut sebagai inlander abadi dalam kemiskinan dan kebodohan.

Istilah inlander ini dilebeli Belanda kepada pribumi sudah sejak awal abad ke-19, ketika mereka  masuk bumi Nusantara, sebagai penjajah. Pada masa penjajahan Belanda, istilah inlander—seperti diterangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia—merupakan sebutan yang digunakan orang Belanda untuk mengejek bangsa pribumi atau penduduk asli di Indonesia.

Sementara Kamus Merriam-Webster juga mencatat adanya istilah inlander. Istilah tersebut sudah digunakan sejak 1610. Sebagai istilah, inlander terdiri Kekuasaan Ingin Langgeng, Jadikan Rakyat Miskin dan Bodoh Selamanya dua unsur, yaitu inland dan imbuhan -er, yang bermakna “orang yang tinggal di inland”. 'Inland' sendiri merupakan bagian dari suatu wilayah, mungkin semacam dusun atau kampung. Dengan demikian, bisa jadi penduduk pribumi Indonesia oleh orang Belanda dianggap sebagai orang dusun, orang kampung, atau wong ndeso. Karena itu, wajar jika inlander dianggap sebagai sebutan ejekan bagi bangsa Indonesia oleh orang Belanda.

Kembali kepada kesengajaan Belanda merancang, mendesain, merekayasa agar bangsa pribumi masuk, terperangkap, dan menetap dalam goa kemiskinan dan kebodohan; tujuannya apa? Jelas dan terang, mereka ingin langgeng, abadi dalam penjajahan untuk menguasai bumi Nusantara yang bagai untaian jambrut di khatulistiwa, yang gemah ripah loh jinawa, ini. Karena dengan demikian, bangsa ini menjadi tak daya melakukan apa-apa termasuk perlawanan dengan lusuh pakaian kemiskinan dan busuk kebebodohan yang membalutnya. Jadi, jika ingin melanggengkan kekuasaan, buatlah rakyatnya tetap miskin dan bodoh.

Serupa tapi tak sama, setali tiga uang, sebelas dua belas dengan cara-cara Belanda, rezim yang sekarang sedang berkuasa pun rupanya mengadopsi sistem tersebut. Sama seperti zaman penjajahan Belanda, rezim ini pun menyengaja, membiarkan, bahkan dengan sistematis menjadikan rakyat miskin dan bodoh. Jadi hakekatnya, bangsa ini sudah kembali berada di kubang nestapa penjajahan. Pelakunya adalah bangsa sendiri. Tentu penderitaan yang dirasakan anak bangsa lebih sakit dan pedih.

Apa indikatornya? Untuk pemiskinan, perhatikan ketersediaan dan kesempatan kerja yang ada. Perhatikan nasib kaum miskin dan papa di sehampar penjuru negeri. Perhatikan derita yang diterima para peniaga kecil dan kaki lima. Perhatikan ketersediaan lahan pertanian yang makin dan akan terus berkurang, masih ditambah lagi harga pupuk selangit dan harga jual yang mencekik. Perhatikan pula pilu para nelayan kecelin yang laut tempatnya menggantung hidup makin susut dan kusut. Dan yang masih hangat adalah, yang di depan mata, pengesahan Omnibus Law UU Hak Cipta Kerja oleh DPR-RI yang dinilai oleh banyak kalangan akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh. Tentu masih banyak lagi daftar yang menunjukkan bahwa rezim ini tidak memiliki  keperdulian terhadap derita rakyat miskin, meski mereka mengklaim sebagai 'anunya' wong cilik.

Bagaimana dengan indikator pembodohan? Lah, lihat saja kondisi pendidikan dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Rote, di delapan penjuru angin republik ini. Lihat saja kurikulum pendidikan yang terus saja berganti tak jelas ke mana arah pendidikan bangsa menuju; terus diputar-putar mulai semua jadi kebelinger, kelenger, dan edan kabeh.

Jika rakyat sudah abadi dalam kemiskinan dan kebodohan maka remote control sudah dalam genggaman, tinggal tekan saja channel mana yang diinginkan. Jika konten di satu channel tidak cocok kehendak tinggal tukar channel atau matikan tapi jika cocok dan berkenan di hati, panteng dan tonton sampai ketiduran. Kalau sudah seperti ini kondisinya, maka selesai sudah mimpi merdeka yang kali kedua.

Sadarkah rakyat dengan kondisi demikian? Sadar. Sadar sesadar-sadarnya. Lantas mengapa tidak bergerak?

Ada tiga kelompok rakyat:
1. Kaum proletarian, mereka tak daya untuk bergerak lantaran terbekap kemiskinan. Perut mereka terus melilit, sakit; jadi yang dipikirkan hanya urusan perut semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun