Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama featured

Membaca Sepak Bola

1 November 2015   15:53 Diperbarui: 19 Oktober 2018   11:31 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari Mz @Iskandarjet

Kemarin, ketika mendapati kabar kalau Harian BOLA pamitan pada ke semua pembacanya, saya sedikit merasa sedih. Bukan karena saya punya momen-momen nan-berkesan, atau kenangan-kenangan manis sepanjang kehadiran Harian BOLA, tetapi lebih kepada akan berkurangnya budaya kepenulisan perihal sepak bola yang belakangan tengah berkembang –barangkali dikembangkan.

Sungguh, walau Harian BOLA lebih sering saya temui di penjaja koran pinggir jalan, siang-siang, lalu ditimpali batu kecil menutupi judul laman depan dengan dalih supaya korannya tidak terbang dan selalu masih dalam tumpukan tebal. Dan kini mereka mengirimkan salam perpisahan kepada pembacanya.

Bila itu yang menjadi salah satu indikator Harian BOLA pamit kepada pembacanya, maka kita akan sama-sama memahami: membaca sepak bola tidaklah semenarik menontonnya, tidaklah sefanatik mendukung tim sepak bola, tidaklah seindah putih-mulus pembawa acara sepak bola di layar kaca.

Beberapa tahun belakangan memang bermunculan situs-situs online yang fokus pada pemberitaan sepak bola. Seperti, Bola Total (yang kemudian mesti mundur teratur), Pandit Football dan..., Pandit Football --memang masih ada yang lain? Nampaknya hanya Pandit Football yang saya tahu dan banyak menjadi rujukan banyak orang untuk sekedar menikmati sepak bola dari sisi lain, yaitu cerita.

Lahirnya situs-situs pemberitaan sepak bola atau genre football writing tersebut, Kang Zen RS mengibaratkannya seperti “ladang-sawah yang masih terus dibajak dan dicangkul bersama, dengan bajak dan cangkul masing-masing, melalui medianya sendiri-sendiri.”

Media ini tidak jauh lebih baik dari media itu, media ini tidak berimbang dalam pemberitaan dibanding media itu hanya karena pemiliknya fanatik akan salah satu tim sepak bola dan sebagainya. Media-media kepenulisan sepak bola, biarlah saling mengisi sisi-sisi yang masih kosong. Dengan begitu sebagai pembaca tinggal memilih, lalu memilahnya untuk dikonsumsi.

Kompasiana, misalnya, yang tahun lalu menayangkan laporan-laporan khusus dari gelaran Piala Dunia 2014 di Brazil. Bukan laporan perihal pertandingan sepak bola antara tim ini melawan tim ini, melainkan euforia di luar stadion sepak bola selama 12 hari oleh mz Isjet. Dalam laporan perjalanannya, banyak melibatkan banyak orang, karena melakukan live-blogging. Menarik? Sudah tentu, sebab menikmati sepak bola tidaklah sekadar 90 menit di lapangan.

Saya sendiri, mulai membaca perihal sepak bola ketika kelas 5 dan 6 SD. Ketika itu, wali kelas saya – yang dulu masih merangkap sebagai guru dihampir tiap mata pelajaran yang berbeda– melarang muridnya untuk bermain sepak bola. Alasannya cukup sederhana: takut murisnya kenapa-kenapa, cidera dan tidak masuk sekolah.

Sejak saat itu, saya hanya menikmati sepak bola dari surat kabar saja, Koran Tempo tepatnya. Ada dua alasan mengapa saya jarang bisa menikmati tayangan sepak bola dari televisi: (1) televisi di rumah saya lebih sering rusaknya dan butuh waktu lama untuk membenarkannya; (2), saat itu tayangan sepak bola lebih sering ditayangkan malam atau dini hari, sebagai anak kecil, saya lebih memilih tidur daripada kesiangan dan dapat omelan dari wali kelas saya lalu disuruh berdiri di lapangan untuk dijemur.

Ayah saya yang saat itu hanya mampu membeli Koran Tempo, karena baru dan masih dalam masa harga promo, ketimbang Kompas. Ketika Koran Tempo masih berukuran besar dan lebar seperti halnya surat kabar lain, setiap Ayah saya pulang kerja, maka rubrik olahraga yang pertama saya baca, sedangkan Kakak saya sisanya.

Hingga kini Koran Tempo berukuran kecil, saya seperti pembaca Majalah Tempo lainnya, memulai membacanya dari halaman belakang. Jika Koran Tempo dengan berita olahraga, maka Majalah Tempo dengan Caping-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun