Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Gue-Aing-kan Aku!

26 Februari 2019   13:08 Diperbarui: 26 Februari 2019   13:10 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Pameran Karya Anak-anak Disabilitas di Bentara Budaya Jakarta (foto: dokumentasi pribadi)

Betul. Adik-adik muda milenial sudah mulai melampaui batas kesopanan. Paling tidak ketika adik-adik milenial ini menggunakan "aing-aing" pada ragam percakapannya --baik di media sosial atau di bumi tempat mereka berpijak.

Adik-adik milenial yang kakak cintai, ada yang ingin kakak beritahu: (1) penggunaan kata "aing" sebagai kata pengganti orang-pertama sungguh tidak mencerminkan budaya ketimuran yang lebih mengedepankan sopan santun tinimbang gaya-gayaan. Singkatnya: itu kasar!!!

Lalu, (2) kalau adik-adik milenial yang akan selalu aku cintai sedikit saja mau membaca hingga --paling tidak-- sedikit tahu misalnya dulu itu, pemerintah kolonial pada tahun 1872 sudah menyatakan bahwa bahasa Sunda yang murni adalah bahasa Sunda yang digunakan tuturkan di Bandung.

Maksudnya poin kakak itu, adik-adik milenial boleh saja menggunakan bahasa sunda dalam ragam percakapan harian, tapi hambokya pakai yang dari asalnya tho, Bandung. Itu pemerintah yang menetapkan lho, dulu, tapi oleh meneer...

Kalau saran ini diterima yha sukur, kalau tidak yha... gapapa. Sebagai kakak yang mencintai adik-adik milenial ini, rasa-rasanya tidak tega melihat kalian dilabrak atau dinyinyiri orang yang lebih dewasa dan matang daripada adik-adik milenial.

Setidaknya adik-adik milenial tahu kalau pada akhirnya bahasa memiliki dan/atau membentuk hierarki sosialnya. Bahasa sunda jadi mengenal 3 tingkat, yaitu halus, sedang, dan kasar. 

Adik-adik milenial yang masih akan selalu aku cintai, pada akhirnya lewat hierarki sosial itu dengan sendirinya membentuk bahasa sunda memiliki tingkatan dan tata krama. Bahwa dengan berbahasa sunda juga artinya mengatur bagaimana cara berkomunikasi dengan orang lain berdasarkan usia, pangkat dan jabatan.

Justru yang ingin kakak ingatkan adalah bahwa cara seperti itu merupakan cara lama nan-usang dalam memandang etika berbahasa. Masih terkungkung oleh yang berkuasa dan dikuasai; yang menjajah dan dijajah.

Kakak kasih contoh lain, yha, adik-adik milenial. Kalau satu waktu adik-adik milenial main ke rumah kakak di Bojonggede Punk Rock Show, adik akan melihat bagaimana di rumah kakak itu kata "Gue-Lu" justru dirawat dengan sengaja alias dalam keadaan sadar.

Kepada siapa kata "Gue-Lu" digunakan? Oleh kami yang  ada di rumah itu. Aku, Gopah, Gomah, Gomba, dan Peang. Eh, kalau Peang sepertinya tidak, sebab dari dia kecil, aku yang sengaja terus menggunakan "Aku-Kamu" dalam percakapan. 

Niatnya hanya ingin tahu saja: apakah di kemudian hari Peang akan tetap menggunakan "Aku-Kamu" meski orang-orany rumah menggunakan "Gue-Lu" melulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun