Mohon tunggu...
Harry Purnama
Harry Purnama Mohon Tunggu... -

Trainer & coach mature leadership, listening wisdom dan work and life balance [WLB] tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Wanita Surga

22 September 2013   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:33 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manakah yang disebut "sorga itu, sorga ini?" oleh banyak penceramah, politician, pejabat, pemimpin, tukang agama, yang diomong-omongkan dan didengung-dengungka lewat mimbar, tikar dan loudspeaker?  Jiwa Dewi lapar akan sorga dan matanya mendelik serba ingin tahu, ingin dekat dan ingin dipuaskan. Tapi, histerianya luluh lunglai ketika Heru tak membawa sorga di rumahnya. "Binatang macam apa ini di sebelah saya?" terlepas dari balik persembunyian di benak Dewi selama ini. Ia terus bertanya pada semua.

Sorga yang diomong-omongkankan itu, tak  terbayang macam apa di benak Dewi, perempuan muda penderita aniaya fisik dan psikis karena suaminya.  Wajahnya pucat, rambutnya rontok, kadang sariawan, anemia, tak menggambarkan sorga yang diomong-omongkan itu. Di benaknya, sorga itu,  sorga ini, hanya teori abstrak supra-natural. Entah ada dimanakah itu ?  Tak terbayangkan, meski Dewi sudah memejamkan matanya berkali-kali dalam doanya setiap jam 1 malam. Tuhan terasa jauh. Sorga terasa jauh. Neraka
terasa dekat setiap hari.

"Apakah ada wanita lain yang mengalami sorga yang diteorikan itu?" dibenaknya yang terdalam.  "Jangan- jangan agama hanya diteorikan belaka. Apakah Tuhan menciptakan agama dan sorga ? Kenapa hidupku terasa kosong, hampa, limbung, tak berarti begini..oh.. ..Allahku .....?"  self talk yang ia lakukan setiap malam itu.  "Oh...Allah, Oh... Tuhan, mengapa Engkau diam.... tak pernah menjawab doa-doaku... Wahai, sorga yang terasa jauh,  aku hidup bagai mati di neraka setiap  hari..! Datanglah dan tengoklah aku, hambamu yang berjuang demi anak-anakku, tapi suami hamba malah memukuli hamba setiap hari..Aku tak   tahan..Aku bagai masuk di lembah kematian..Tolong. .tolonglah  hambaMu...Oh Tuhanku" salah satu seruan doa Dewi dalam sembahyang sepinya di tengah malam sambil berlinang air mata. Ketika itu suami dan 2 anaknya tidur pulas.

Dewi, "woman in black," ibu rumah tangga 30th yang tak  pernah bahagia. Menikah dengan suami sakit jiwa.  Suami sinting edan tenan. Ingin saja ia enyahkan itu suami binatang, tapi ia tak sanggup. Tapi, apa dikata, pemimpin  keluargnya, imam kepala,  sakit jiwa, tak waras dan gendeng. Dewi, "woman in black," salah satu korban KDRT fisik dan  psikis yang brutal dan kejam di ibu kota Jakarta ini. Jika ia tahu dan berani mempidanakan suaminya, si pemimpin sakit itu bisa kena 5 tahun penjara dan denda Rp 15 juta. Tapi, Dewi sama dengan wanita kebanyakan lainnya, tak tahu   apa-apa tentang UU Penghapusan KDRT no 23/ 2004 yang diurusi oleh menteri pemberdayaan perempuan. Ia lemah dan powerless.

Dewi, pekerja jujur dan work-harder, punya rumah, impian wajar dan pekerjaan tetap di bank Jakarta, dengan posisi staf administrasi kredit. Sosoknya adalah perempuan biasa khas  wanita Indonesia dengan kerudung ibadahnya yang berwarna  hitam di kepalanya. Rambutnya hitam lebat disemir agak coklat, bola matanya coklat hitam, karena ada turunan India-Arab. Kulit Dewi sawo matang, wajahnya khas seorang ibu muda, yang senang membalut tubuhnya dengan pakaian berciri khas warna hitam karena duka batinnya. Ia, suami dan anaknya tinggal di Jakarta Selatan kawasan sekitar Tebet dekat Saharjo. Kantornya di kawasan Sudirman dekat Senayan.

Ia penakut dan penurut. Ia tak sama sekali mirip Frida Kahlo, pelukis legenda dari Mexico yang  bisex, binal, pemberani dan cerdas, pernah keguguran beberapa kali, yang berani melawan ketidak-adilan disana, meski akhirnya ia mati karena virus polio tahun 1954. Frida adalah sosok seniman berkarakter yang berani berkata "tidak" kepada lingkungannya, apalagi kepada para penyiksa super biadab.

Di kantornya, ia dihargai oleh atasannya sebagai pekerja terbaik di departemennya. Dibanjiri motivasi yang baik dari atasannya itulah, ia  sering bekerja larut malam di kantor dan tak merasa itu sebagai beban
maupun dosa seorang wanita dan ibu rumah tangga. Ia telah menemukan passionnya.  Dewi, sudah 5 tahun  ini memang tak pernah dimutasi atau dipromosikan, tetapi ia tetap senang bekerja. Teman-temannyalah yang menjadi satu-satunya penghibur hatinya di kala duka.

Mata sembab, leher merah bekas cekikan dan tangan bengkaknya selalu ia tutupi dengan kaca mata dan baju gelapnya. Ia tak pernah mengalami "surprise" ; kebahagiaan sepanjang hidupnya. Ia sebaliknya, tersiksa sepanjang masa.

Sayangnya pula, Dewi tak mengalami nasib serupa dengan kolega seperti barista di outlet Starbucks di Amerika, bernama Bernadette, single mom dengan 9 anaknya, yang  beruntung  mendapat bantuan, pembelaan moril dan kepedulian luar biasa dari rekan-rekan kerjanya. Berkat perjuangan teman-temannya, sampai-sampai Oprah Winfrey datang menjenguknya karena nasibnya yang menyedihkan. Oprah nelangsa melihatnya lalu menganugerahi Bernadette, satu rumah besar full perabot untuk menghidupi ke 9 anaknya. Kisah Bernadette dituliskan di "Starbucks Experience," prinsip ke 3 "surprise and delight," yang ditulis Joseph A. Mitchelli, tahun 2006.

Dewi, tak seberani Slim [Jennifer Lopez] dalam "Enough, Everyone has a limit" yang melatih dirinya dengan skill self-defence berat untuk melawan suaminya, Mitch di Los Angeles tahun 2002. Slim mengalahkan suaminya dengan telak, menjatuhkannya dan melalui serangan brutal terakhir dari Mitch, dia terjatuh sendiri dari lantai 2 apartmentnya dan mati.  Polisi menganggap kejadian ini sebagai usaha bela-diri dari istri yang di-KDRT.

Dewi, khas Indonesia, lemah gemulai bagai putri Jawa, tak memiliki karakter dan otot besar seperti Slim, yang khas wanita Amerika, pemberani, penentang dan berprinsip kuat. Keterbatasan membelenggu keberanian dan tekadnya merubah nasib sialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun