Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif pemerintah yang bertujuan meningkatkan kualitas gizi anak-anak sekolah. Namun, keberlangsungan program ini kembali menjadi sorotan setelah insiden di SMPN 9 Tanjung Kemala, OKU, pada Selasa (23/9/2025), di mana dua siswa muntah dan sepuluh siswa lain mengeluhkan pusing usai menyantap menu ayam yang diduga terkontaminasi.
Pihak sekolah melalui Kepala SMPN 9, Yanti Yusipa, M.Pd., membenarkan kejadian tersebut dan menegaskan bahwa siswa sudah mendapatkan perawatan di puskesmas. Dua murid yang sempat diinfus kini dinyatakan pulih, sedangkan sepuluh lainnya yang mengalami pusing juga telah kembali sehat. Meski demikian, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai sistem distribusi dan kualitas bahan makanan MBG.
Penyebab Teknis dan Rantai Distribusi
Menurut penjelasan Adi Negoro, Ketua Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) MBG Wilayah Sukaraya, insiden ini dipicu oleh kerusakan jaringan listrik di wilayah setempat. Listrik padam selama tiga jam menyebabkan ayam yang sudah dicuci dan disimpan di freezer mengalami penurunan kualitas. Akibatnya, sebagian menu yang didistribusikan ke sekolah tidak lagi dalam kondisi layak.
Keterangan ini menyoroti pentingnya rantai dingin (cold chain system) dalam distribusi pangan. Meskipun standar pengolahan MBG disebut sudah mengikuti prosedur dengan pengawasan ahli gizi, faktor teknis seperti listrik padam dapat berimplikasi serius jika tidak diantisipasi dengan perangkat cadangan, seperti genset atau sistem penyimpanan alternatif.
Upaya Klarifikasi dan Tanggung Jawab
Koordinator MBG SMPN 9 mengaku telah menerima informasi dari penyedia MBG terkait kualitas ayam yang menurun. Namun, pemberitahuan datang terlambat sehingga sebagian siswa sudah terlanjur menyantap hidangan tersebut. Pihak sekolah segera menindaklanjuti dengan membawa siswa ke puskesmas, sebuah langkah tanggap yang patut diapresiasi, meski tetap menunjukkan adanya celah komunikasi dalam sistem distribusi.
Di sisi lain, Adi Negoro menegaskan pihaknya bertanggung jawab penuh dan siap menunggu hasil pemeriksaan sampel makanan oleh Dinas Kesehatan. Transparansi seperti ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program MBG.
Evaluasi Program MBG
Selama ini, MBG dinilai berhasil meningkatkan antusiasme siswa terhadap makanan sehat. Namun, insiden di OKU bukanlah kasus tunggal. Beberapa waktu lalu, publik juga dikejutkan oleh kasus ditemukannya belatung dalam menu MBG di sekolah lain. Hal ini menandakan perlunya evaluasi lebih menyeluruh, tidak hanya pada dapur produksi, tetapi juga pada sistem distribusi, penyimpanan, dan komunikasi.
Standar operasional MBG harus dilengkapi dengan skema mitigasi risiko. Misalnya, setiap dapur penyedia wajib memiliki sumber listrik cadangan, jadwal pengecekan bahan makanan yang lebih ketat, serta sistem peringatan dini bila ada bahan yang tidak layak konsumsi. Dengan demikian, potensi insiden bisa diminimalkan sebelum sampai ke siswa.
Penutup
Program MBG adalah investasi negara bagi generasi muda. Namun, setiap insiden kontaminasi sekecil apa pun dapat merusak kredibilitas program ini di mata publik. Kejadian di SMPN 9 OKU harus dijadikan pelajaran bahwa distribusi makanan bergizi bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga soal ketepatan standar, komunikasi, dan mitigasi risiko. Tanpa perbaikan sistemik, tujuan mulia meningkatkan gizi anak bangsa bisa tercoreng oleh kelalaian teknis yang sebenarnya dapat diantisipasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI