Mohon tunggu...
Hariyanto Imadha
Hariyanto Imadha Mohon Tunggu... wiraswasta -

A.Alumni: 1.Fakultas Ekonomi,Universitas Trisakti Jakarta 2.Akademi Bahasa Asing "Jakarta" 3.Fakultas Sastra, Universitas Indonesia,Jakarta. B.Pernah kuliah di: 1.Fakultas Hukum Extension,UI 2.Fakultas MIPA,Universitas Terbuka 3.Fakultas Filsafat UGM C.Aktivitas: 1.Pengamat perilaku sejak 1973 2.Penulis kritik pencerahan sejak 1973

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik: Rakyat Masih Dijadikan Objek Politik

27 Mei 2013   06:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:58 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DUNIA perpolitikan Indonesia sudah berlangsung puluhan tahun. Namun, kenyataannya parpol-parpol yang ada masih menjadikan rakyat sebagai objek politik. Belum dijadikan sebagai subjek politik. Parpol berdiri atas inisiatif pribadi atau pribadi-pribadi yang punya ambisi kekuasaan yang lebih memprioritaskan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat. Rakyat hanya diposisikan secara pasif. Visi misi parpol tidak berdasarkan aspirasi dari rakyat, tetapi atas keinginan pribadi-pribadi yang ada di parpol.

Parpol itu apa sih?

Menurut Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil. (Sumber: http://oliviaroza.blogspot.com/2011/09/pengertian-partai-politik-menurut-para.html).

Subjektif dan objektif itu apa sih?

1.Subjektif adalah cara pikir seseorang atau sekelompok orang (di dalam parpol) yang membuat perencanaan untuk mencapai kekuasaan dengan strategi dan taktik yang tertentu dengan cara mempengaruhi rakyat agar memilih parpol ataupun politisi yang mereka calonkan. Rakyat bersifat pasif dalam semua proses perencanaannya. Rakyat masih dijadikan objek politik. Sifatnya top-down.

2.Subjektif adalah cara pikir atau sekelompok orang ( di dalam parpol) yang membuat perencanaan untuk mencapai kekuasaan dengan strategi dan taktik tertentu berdasarkan masukan atau aspirasi dari rakyat dan membuat program kerja dan menampilkan politisi-politisi untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat sesuai aspirasi rakyat. Rakyat sudah dijadikan subjek politik. Sifatnya bottom-up.

Semua parpol masih subjektif

Kalau boleh jujur, semua parpol di Indonesia sejak Indonesia merdeka hingga sekarang masih bersifat subjektif. Bahkan sangat dimungkinkan adanya parpol-parpol yang melakukan soft-brainwashing baik berkedok janji-janji sorga maupun berkedok dakwah atau agama.

Tujuan semua parpol sama

Apapun nama parpolnya dan apapun azasnya, semua parpol pada dasarnya punya tujuan yang sama. Yaitu: menang, berkuasa, mendapatkan proyek besar,memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan.

Belum benar-benar pro rakyat

Parpol atau capim (calon pemimpin) maupun caleg (calon anggota badan legislatif) pro rakyat hanya menjelang pemilu atau pilkada saja. Sesudah menang, tidak lagi mau bergaul dengan rakyat. Tidak mau lagi blusukan ke pasar-pasar tradisional, ke permukiman kumuh, ke pasar-pasar tradisional dan semacamnya, tetapi lebih suka kerja di belakang meja, studi banding ke luar negeri dan mencari kesempatan untuk korupsi sebesar-besarnya.

Koalisi parpol merupakan persekongkolan kepentingan

Koalisi parpol tidaklah merupakan koalisi ideologi, tapi semata-mata merupakan persekongkolan kepentingan untuk melanggengkan kekuasaan dan memperkaya diri sendiri. Orientasi pemikirannya hanya jabatan, proyek dan mencari peluang untuk menjadi kaya raya.

70% rakyat pemilih masih tergolong bodoh

Sekitar 50% pemilih adalah lulusan SD atau SD tidak tamat. Sebagian lagi lulusan SMP atau SMP tidak tamat. Dan sisanya sarjana. Mereka tergolong masih bodoh politik. Masih buta politik. Tidak tahu politik itu apa. Tidak tahu kriteria parpol,capim dan caleg yang berkualitas. Tidak tahu cara memilih yang benar. Tidak bisa membedakan antara hak dan kewajiban politik. Masih mudah dipengaruhi (baca dibrainwashing) oleh ucapan-ucapan politisi baik yang berazaskan Pancasila maupun Islam. Apalagi, kalau ada ceramah-ceramah agama yang disisipkan pesan-pesan politik, yang berpendidikan sarjanapun akan menjadi korban soft-brainwashing tersebut. Rakyat belum mendapatkan pendidikan dan pencerahan politik, masih buta politik, tetapi dipaksa untuk datang ke TPS untuk memilih parpol,capim caleg yang mereka tidak tahu apa kriteria "kualitas". Mereka memilih hanya berdasarkan "ilmu kira-kira".Yang sarjana saja banyak yang belum faham politik, apalagi yang bukan sarjana.

Rakyat cuma dijadikan gedibal-gedibal politik

Gedibal adalah kotoran, bisa kotoran sepatu atau sandal atau telapak kaki. Artinya, rakyat hanya dipuja-puja saat dibutuhkan. Saat tidak dibutuhkan rakyat dianggap sebagai sampah saja. Dianggap sebagai gedibal. Aspirasinya tidak didengar lagi. Walaupun rakyat sejuta kali berdemo di depan istana maupun gedung DPR, suara rakyat hanya dianggap angin lalu. Mereka sudah menang. Sudah berkuasa. Sudah punya jabatan. Buat apa memikirkan aspirasi rakyat?

Hariyanto Imadha

Pengamat perilaku

Sejak 1973

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun