Mohon tunggu...
Harison Haris
Harison Haris Mohon Tunggu... Freelancer - Lahir dan besar di Jepara dan Jakarta. Mantan pemain bola amatiran, sempat jadi wartawan olahraga dan sekarang tinggal di Depok. Menyukai dan meminati banyak hal, tapi baru bisa melakukan sedikit hal.

Lahir dan besar di Jepara. Mantan pemain bola amatiran, sempat jadi wartawan olahraga dan sekarang tinggal di Depok. Menyukai dan meminati banyak hal, tapi baru bisa melakukan sedikit hal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anomali Kemiskinan di Yogyakarta

17 April 2019   00:13 Diperbarui: 17 April 2019   00:36 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena kemiskinan di Yogyakarta sangat aneh bin ajaib. Hal ini karena meski masuk dalam peringkat ke 20 daerah miskin di Indonesia, namun ada beberapa indikator yang spesial di DIY.

Umunya kemiskinan itu identik dengan lingkaran setan pembentuk kemiskinan, misalnya pendidikan rendah, kesejahteraan rendah, kesehatan rendah. Sementara lingkaran setan pembentuk kemiskinan ini tidak dapat dijumpai di Yogyakarta.

Kualitas pendidikan di DIY bagus bahkan mencapai ranking satu nasional, baik dari level pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Sekolah-sekolah di Yogyakarta banyak yang masuk kategori sekolah terbaik di Indonesia.

Dari sisi kesejahteraan, berdasarkan pengeluaran perkapita juga tidak di angka bawah. DIY pengeluaran perkapitanya mencapai 13.521 per hari, di urutan keempat. Untuk DKI Jakarta nomor 1 dengan angka 17.707.

Dari aspek kesehatan, kualitas hidup warga Yogya yang merupakan cerminan angka harapan hidup pun nomor satu  nasiona yaitu di angka 74,74 di tahun 2017.

Lalu kenapa Yogyakarta masih masuk kategori miskin?

Bambang Soepijanto, tokoh masyarakat Yogyakarta yang lama di tinggal di daerah itu, menelisik bahwa Yogyakarta dianggap miskin karena 2 hal : Upah Minimum Propinsi yang rendah dan asupan kalori yang di bawah standar.

Bambang Soepijanto ragu terhadap konsep miskin ala Badan Statistik Nasional. Bahkan konsep menentukan orang miskin itu tidak selaras dengan kultur Jogja karena beetumpu pada 70% perhitungan konsumsi makanan. Apalagi, porsi makanan sebagai penentu kemiskinan mencapai 72 persen.

Kalau warga Yogya miskin dan kurang gizi, kenapa angka harapan hidup orang Yogya adalah yang terbaik di Indonesia? Bahwa soal gizi penting itu, iya. Tapi persoalan tentrem (ayem) itu juga tidak bisa diabakan.

Soal UMP yang rendah, Bambang Soepijanto juga menilai bahwa masyarakat Yogya banyak yang tidak bertumpu pada satu pekerjaan. Ada seorang seorang pegawai rendahan di perusahaan, tapi dia pagi dan sore masih sempat cari rumput untuk sapid an ternak lain. Dan ini hasilnya bahkan bisa meleibihi gajinya dari perusahaan.

Hidup tentram itulah salah satu rahasia kenapa Yogyakarta itu istimewa. Meski saat ini, bebarao insiden intoleransi menyeruak, masyakarakat Yogyakarta dengan keraifan lokalnya akan mampu mengatasi riak-riak kecil dan akan kembali hidup damai dan tentram.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun