Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bersedekah, Melatih Diri untuk Tidak Kikir dan Pelit

27 April 2022   07:00 Diperbarui: 27 April 2022   07:07 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersedekah n adalah sarana yang diajarkan Nabi untk satu rasa sepenanggungan || Sumber Foto : Shutterstock

Nabi Muhammad adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan dan bersedekah saat bulan Ramadhan. Keutamaan sedekah dan berderma yang dilaksanakan di bulan Ramadhan tentu lebih besar dibandingkan dengan sedekah yang dilakukan di bulan lainnya.

Ibadah yang disyariatkan oleh Allah kepada manusia pasti memiliki nilai nilai filosofi yang terkandung di dalam, bisa dalam latar belakang ibadah tersebut disyariatkan ataupun ketika menjalankan ibadah tersebut secara konntinyu dan tentunya terpenuhi segala syarat yang melingkupinya, tidak terkeceuali zakat dan sedekah.

Ibadah zakat merupakan salah satu dari rukun islam dan memiliki kedudukan penting dalam agama, bentuk bersedekah yang telah diatur secara rinci dalam Islam, mulai dari bentuk dan takarannya. Perlu menjadi poin awal bahwa zakat secara bahasa berarti berkembang dan pensucian, dan secara istilah adalah bagian tertentu dari harta yang telah diwajibkan oleh Allah untuk sejumlah orang atau golongan yang berhak menerimanya. 

Syariat agama Islam telah menetapkan siapa saja yang berhak, diantaranya amil yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikakn kepada mereka yang telah ditetapkan menerima.  Selain mengelolanya si amil juga menetapkan sanksi sanksi kepada mereka yang enggan demi terlaksananya zakat sesuai dengan pentunjuk Al Quran dan Hadis. Setidaknya ada beberapa alasan yang  bisa dikemukakan untuk menjelaskan tentang nilai filosofi dari pensyariatan zakat.

Ketika orang yang memiliki harta dan telah memenuhi syarat wajib mengeluarkan namun enggan mengeluarkan kewajiban atas harta tadi, maka ia akan mendapatkan siksa di dunia maupun akhirat

Muslimin hari ini dengan masa awal Nabi tentunya berbeda jauh dalam keadaan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Ketika Makkah telah menjadi kota pendagangan membawa perubahan pola pikir dimana sebelumnya keanggotaan suku menjadi kriteria solidaritas sosial, namun kemudian bergeser bahwa kekayaan menjadi orientasi mereka bukan kebersamaan.

Maka muncullah budaya individualisme dan materialisme dimana ketika mereka melakukan hanya berorientasi pada kekayaan semata. Orang semakin banyak mementingkan kepentingan sendiri, dan melakukan kerjasama dengan orang hanya untuk melindungi aset yang dimiliki.

Jika hal ini terjadi terus menerus, akan menjadikan bom waktu untuk keutuhan suatu bangsa dan membuat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Yang kaya semakin kaya dan bersifat kikir tidak mau mengeluarkan zakat untuk kebutuhan sosial. Sebaliknya si miskin semakin menderita akibat si kaya yang tidak memberikan hak mereka. Melatih diri bersedekah dan mendermakan harta, pikiran dan senyum adalah sarana yang diajarkan Nabi untuk satu rasa sepenanggungan, memunculkan empati diri mendorong untuk membantu kebutuhan dasar orang-orang yang kurang beruntung.

Perlu diketahui bahwa begitu banyak hak orang lain terhadap harta yang dimiliki oleh orang kaya. Hak orang -orang miskin yang memerlukan uluran tangan dan sedekah  orang kaya sekedar sejumlah kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan serta kebutuhan kebutuhan pokok lain yang amat dibutuhkan mereka sebagai selayaknya seorang manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun