Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melacak Jejak Kerajaan Islam Nusantara Pra Penjajahan

10 Desember 2018   12:53 Diperbarui: 10 Desember 2018   12:57 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejak Kerajaan Islam di Nusantara || Sumber gambar: History Indonesia

Berbeda yang terjadi di Kerajaan Mataram, Sultan Agung mengadakan perubahan tata hukum. Dialah yang mengubah peradilan pradata yang identik dengan Hindu menjadi peradilan Surambi karena peradilan ini bertempat di serambi Masjid Agung. Perkara kejahatan yang menjadi urusan peradilan ini dihukumi menurut kitab Kisas yaitu kitab undang-undang hukum Islam pada masa Sultan Agung. Penghulu pada masa Sultan Agung itu mempunyai tugas sebagai mufti, yaitu penasihat hukum Islam dalam sidang pengadilan negeri, sebagai qadhi atau hakim, sebagai imam masjid raya, sebagai wali hakim dan sebagai amil zakat.

Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai menceritakan bahwa Malikus Saleh melaksanakan perintah yang dianjurkan ajaran Islam seperti merayakan kelahiran anaknya dengan melakukan akikah dan bersedekah kepada fakir miskin, mengkhitankan anaknya dan melakukan tata cara penguburan mayat mulai memandikan, mengkafani, sampai menguburkannya. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari menulis buku Kitabun Nikah yang khusus menguraikan tentang fikih muamalah dalam bidang hukum perkawinan berdasarkan fikih Mazhab Syafi`i. Uraian singkat kitab ini dijadikan pegangan dalam bidang perkawinan untuk seluruh wilayah kerajaan.

Kemanjuan juga terjadi di bidang pertanahan terutama tentang hak pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari telah menjelaskan ketentuannya dalam kitab Fathul Jawad yang isinya memuat ketentuan fikih yang di antarannya ihyaul mawat. Dalam pasal 28 UU Sultan Adam Kerajaan Banjar, dijelaskan bahwa tanah pertanian yang subur di daerah Halabiu dan Negara adalah di bawah kekuasaan kerajaan. Sebab itu tidak dipernenankan seorangpun melarang orang lain menggarap tanah tersebut kecuali memang diatas tanah itu ada tanaman atau bukti lainnya bahwa tanah itu sudah menjadi milik penggarap terdahulu.

Demikianlah sekelumit kisah kerajaan Islam di Nusantara dan kiprah raja yang pernah menorehkan kebijakan yang bernas. Dari cerita tadi tentu kita memahami bahwa Islam di masa lalu sungguh menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun