Mohon tunggu...
Harintian Abidin
Harintian Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik

Menulis sebagian dari proses belajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Partisipasi Generasi Muda dalam Kesadaran Hukum (Perundungan dan Rasisme)

13 November 2022   09:37 Diperbarui: 13 November 2022   09:41 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak dalam diri tiap manusia terkait kepekaan dirinya sendiri untuk tunduk pada hukum yang berlaku tanpa adanya tekanan, paksaan, maupun perintah dari luar. Diharapkan dengan berjalannya kesadaran hukum beriringan dengan kehidupan masyarakat, hukum tidak perlu lagi menjatuhkan sanksinya. Namun pada penerapannya, tidak jarang hukum itu dicedarai, dilanggar, bahkan dimanipulasi fungsinya oleh orang yang mempunyai kepentingan, atau orang yang masih menganggap tidak pentingnya sebuah hukum yang diterapkan di dalam masyarakat. Kualitas rendah bukan lagi kata yang asing jika disandingkan dengan benang kesadaran hukum, dalam keadaan seperti inilah, generasi muda harus mulai cakap dan pandai untuk ikut serta secara nyata dalam menegakkan teori kesadaran hukum di dalam lingkup hidup masyarakat. Dengan begitu, sekiranya para "tidak patuh hukum" ini dapat sedikit mengindahkan hukum yang sedang maupun yang akan berlaku.

Ditilik dari sisi sejarah, bangsa ini lahir dari berbagai perbedaan suku, ras, budaya, agama, adat-istiadat dan masih banyak lagi yang melebur dalam satu kesatuan menjadi satu nama, sebagai bangsa Indonesia. Perbedaan-perbedaan tersebut harusnya menjadi kekayaan berharga bagi bangsa kita, namun hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa perbedaan tersebut juga dapat menjadi pemutus tali persatuan sesama bangsa Indonesia. Belakangan ini salah satu fenomena yang menyita perhatian publik di media sosial adalah perundungan dan rasisme yang ditujukan kepada remaja kelompok, ras dan suku di Papua, dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan berupa hinaan, penghancuran citra, dan juga rasisme. Hal ini tentunya sudah masuk ke dalam kasus cyberbullying atau perundungan maya, yang dapat kita lihat sebagai salah satu bukti nyata dari kebobrokan dan rendahnya kualitas masyarakat Indonesia terhadap kesadaran hukum. Padahal kedua hal tersebut sudah jelas memiliki landasan hukum dan peraturan yang telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 27 ayat (3) serta Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bagi tindak pidana pelaku perundungan melalui media sosial maupun tindak kekerasan. Adapun tindak pidana rasisme diaturdalam Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi dan Ras.

Di Indonesia sendiri aksi perundungan mencapai peringkat 5 tertinggi di dunia, dengan sekitar 45% anak hingga remaja mengalami serangan fisik di sekolah dan 50% anak melaporkan mengalami tindak intimidasi. Pesatnya media sosial saat inipun menjadi boomerang paling nyata yang dapat kita lihat, masih kurang dengan perundungan di dunia nyata, dunia maya pun ditelan habis-habisan. Tentu saja perilaku ini bukan lagi barang baru bagi sebagian orang. Pada kondisi-kondisi seperti inilah, generasi muda harus menegakkan tonggak sebenar-benarnya dari kesadaran hukum agar lebih banyak lagi generasi muda yang paham dan mengerti tentang teori, landasan, dan hal-hal apa saja yang terkandung di dalam hukum, terutama hukum dan tindak pidana terhadap perundungan dan rasisme yang semakin marak di Indonesia saat ini. Sudah banyak kalangan muda yang mulai sadar dan melakukan aksi nyata dengan membuat petisi secara daring bagi korban bahkan melakukan demo anti rasisme, seperti halnya yang dilakukan oleh Alexander Gobay, salah satu mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura yang sayangnya sejak tahun 2019 lalu ditetapkan sebagai tahanan politik karena kegiatan yang ia lakukan.

Saat ini kasus perundungan dan rasisme tidak dapat diselesaikan hanya dengan kalimat penenang atau hanya permohonan maaf dari pelaku terhadap korban. Menurut kami, butuh penanganan khusus, ketegasan, serta keadilan dalam hukum dan peraturannya. Belum lagi jika para korban perundungan ataupun rasisme kebanyakan mengalami trauma psikis yang cukup hebat sehingga ditakutkan dapat mempengaruhi sifat dan karakternya di masa yang akan datang. Mari, kita sebagai generasi mudah harus meningkatkan partisipasi, dukungan, serta lebih terbuka dan paham terhadap berbagai permasalahan yang memiliki keterkaitan dengan perundungan maupun rasisme di sekitar kita, agar Indonesia memiliki generasi yang paham dan taat terhadap hukum sehingga dapat mengindahkan rasa toleransi serta rasa hormat terhadap perbedaan antar ras, suku, bangsa maupun golongan. Kesadaran hukum ini juga di perlukan dalam penggunaan media sosial dengan mem-posting hal positif, menghindari konten hoaks serta ujaran kebencian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun