Mohon tunggu...
Hari Hariadi
Hari Hariadi Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Riset dan Publikasi

Sarjana Ekonomi, Magister dalam Ilmu Manajemen. Bekerja sebagai karyawan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bila Harus Memutuskan yang Pahit

30 September 2015   21:36 Diperbarui: 30 September 2015   21:41 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Beberapa hari lalu, situs www.dw.com mengangkat berita tentang pujian Kanselir (sebutan bagi perdana menteri) Jerman, Angela Merkel, kepada pendahulunya, Gerhard Schroder. Merkel berterima kasih lantaran Schroder memperkenalkan reformasi ekonomi di negara dengan perekonomian terbesar di Eropa itu. Pujian itu dilontarkan saat Merkel menghadiri peluncuran buku biografi Schroder yang berjudul "Gerhard Schröder. The biography.", yang ditulis oleh sejarahwan Gregor Schöllgen.


Bagi Merkel, keberhasilan Jerman bertahan dari badai krisis ekonomi yang beberapa tahun ini melanda Eropa tidak lepas dari program reformasi Schroder yang disebut Agenda 2010. Reformasi yang diperkenalkan satu dekade yang lalu itu menitikberatkan pada ketenagakerjaan dan sosial, termasuk di antaranya Hartz IV, ysng berisi program pembiayaan kesejahteraan bagi para penganggur.


Ironisnya, reformasi ini tidak populer dan mengakibatkan partai Schroder, Sosial Demokrat (SPD) kalah dari partainya Merkel, Uni Demokrasi Kristen (CDU) dalam pemilu parlemen federal tahun 2005. Schroder harus rela kehilangan jabatannya. Reformasi ini bahkan mendapat tentangan dari sebagian kalangan dalam SPD sendiri.


Schroder sendiri dalam kesempatan itu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya bertujuan untuk mengatasi tingkat pengangguran yang kala itu meningkat. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa tanggung jawab politik bukanlah berarti kita tidak mau berjuang untuk memenangkan pemilu dan meraih jabatan. Namun kadang-kadang, orang harus mengambil risiko meski yang dipertaruhkan adalah jabatan sebagai pemimpin (baca: kanselir).
Tulisan ini tidak akan mengulas masalah ekonomi, baik di Jerman maupun di tempat lain. Yang ingin penulis sorot adalah tindakan seorang pemimpin, yang dalam hal ini mengambil kasus Schroder, yang berani mengambil keputusan yang tidak populer demi kebaikan sebuah organisasi di masa depan, meski ia menghadapi risiko dimundurkan dari jabatannya, baik melalui pemilihan umum (semisal di level negara) maupun pemberhentian (semisal di level perusahaan).


Namun tentu hanya semata-mata bermodal keberanian tidaklah cukup. Reaksi orang-orang yang dipimpin saat mendengar sebuah keputusan pahit sejatinya bergantung tiga hal, yaitu seberapa jauh keputusan itu berpengaruh pada kehidupan mereka, apa yang dikatakan saat keputusan disampaikan, dan siapa yang yang membuat keputusan itu. Jika ketiga hal ini diabaikan, resistensi akan semakin sengit.


Ada keputusan-keputusan tertentu yang tidak populer karena dianggap menghalangi diperolehnya hasil maksimal, berdampak buruk, dan mengganggu kenyamanan. Namun karena dampaknya hanya menyentuh kalangan tertentu dan tidak menyangkut hajat hidup orang banyak, dan tidak langsung berdampak, maka perlawanan yang ditimbulkan tidak masal. Misalnya kebij

akan pemerintah terhadap industri tertentu. Bila kebijakan itu tidak menguntungkan, paling banter yang protes hanya para pelaku industri itu.
Kata-kata menjadi salah satu faktor kunci meredakan perlawanan terhadap keputusan yang tidak populer. Dalam hal ini, harus dirancang sebuah strategi komunikasi yang persuasif, artinya yang mampu mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku orang-orang yang dipimpin. Komunikasi semacam ini akan menghadirkan persepsi keadilan dan mengurangi reaksi negatif, apalagi bila bersentuhan dengan hal-hal yang sensitif seperti pengurangan pekerja dan peniadaan bomus bagi karyawan, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dan pengurangan tunjangan baik oleh negara maupun oleh perusahaan.


Kredibilitas pemimpin yang membuat keputusan juga mempengaruhi sikap orang-orang yang dipimpin. Sebuah keputusan pahit yang dibuat oleh seorang pemimpin yang berintegritas, kompeten, tidak mementingkan diri sendiri, adil, dan sederhana pastilah akan lebih mudah diterima ketimbang keputusan pahit yang dibuat oleh pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri, diragukan integritasnya, dan tidak punya pendirian, meski keputusan tersebut sejatinya baik untuk jangka panjang.


Jadi seorang pemimpin kerap harus membuat keputusan pahit. Justru di saat-saat seperti inikah karakter seorang pemimpin diuji. Mampukah ia tetap teguh dengan pendiriannya demi kemajuan bersama dalam jangka panjang? Yang paling penting, ia harus menunjukkan kemampuan berkomunikasi dan menjaga kredibilitasnya.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun