Selama ini kita mengenal akronim ini dengan Harga Tanda Masuk, namun kali ini saya mengajak Anda untuk melihatnya dari perspektif lain yaitu Hidup Tanpa Marah. HTM? Mungkinkah itu? Mungkin? Tidak mungkin? Ya, Anda berhak untuk menjawab mungkin ataupun tidak. Kalau saya sendiri akan memilih TIDAK MUNGKIN! Â Lho kok?
Sebelum saya jelaskan pendapat saya tadi, saya akan mengajak Anda untuk sedikit memahami tentang emosi kita. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan emosi?
Emosi adalah suatu keadaan atau peristiwa kejiwaan yang dialami manusia baik senang atau tidak senang dalam hubungannya dengan sesuatu di luar dirinya. Namun seringkali kita salah kaprah dalam memahami emosi. Berikut beberapa mitos keliru mengenai emosi:
• Emosi itu ada yang baik ada yang jelek.
• Emosi sama dengan MARAH.
• Kita terlahir tanpa emosi. Lingkungan yang membentuk emosi kita
• Emosi itu warisan, kita lahir dengan emosi lembut atau kasar tanpa ada peluang untuk berubah
Menurut Paul Ekman, seorang pakar psikologi manusia dan micro expression dari Amerika, emosi dasar manusia dibagi menjadi 5, yaitu: Senang yang berlawanan dengan Sedih, Cinta yang berlawanan dengan Marah, dan Takut yang berada di antara Marah dan Senang.
Dalam kehidupan kita, emosi sangatlah diperlukan karena merupakan bagian dari perangkat diri non fisik bersama dengan pikiran dan kesadaran. Emosi berfungsi sebagai pembangkit energi, sebagai alat perjuangan untuk bertahan hidup, penguat pesan atau informasi, dan sebagai penyeimbang hidup. Oleh karena itu kita tidak mungkin hidup tanpa emosi, maka itulah alasan saya mengatakan bahwa kita tidak mungkin hidup tanpa marah. Dalam satu dan lain hal kemarahan diperlukan, sebagai penguat pesan bahwa kita serius, sebagai alat untuk survival bahkan mungkin sebagai penyeimbang hidup. Yang tidak kita perlukan adalah MARAH-MARAH.
*
Lho apa beda antara marah dengan marah-marah? Jelas sangat berbeda! Seperti yang saya sampaikan di atas bahwa emosi memiliki fungsi untuk bertahan hidup, menguatkan pesan atau penyeimbang kehidupan. Maka kita boleh marah untuk menyatakan salah satu dari fungsi tersebut. Kita boleh marah dalam kondisi yang tepat, kepada orang yang tepat dan dalam porsi yang tepat pula. Sementara bila semua takaran tadi sudah terlewati maka akhirnya kita hanya akan marah-marah. Melihat anak buah melakukan kesalahan, Anda marah. Jaringan internet down, Anda marah. Pulang ke rumah, melihat rumah berantakan, marah lagi. Nilai ujian anak jelek, Anda marah. Â Mau makan, lauknya tidak enak, marah. Mau tidur AC rusak, marah lagi. Saking seringnya marah, maka akhirnya hal ini sudah bukan menjadi sebuah emosi lagi melainkan menjadi attitude (sikap). Kalau kita ingat bahwa kita selalu punya pilihan lain selain marah, maka hidup kita akan dipenuhi rasa CINTA (bukankah lawan dari marah adalah cinta? )